PESTISIDA ORGANOPHOSFAT
Muhammad Rusdi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pestisida
(sida, cide = racun) sampai kini masih merupakan salah satu cara utama yang
digunakan dalam pengendalian hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat
luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang
disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya
seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain
yang dianggap merugikan.
Di
Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun
kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan
penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari pestisida. Di bidang
kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian
vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat
efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau
untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya.
Pestisida
merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi petani. Pestisida
memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target organisme), tetatpi pada
praktiknya pemakian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme non
target. Dampak negatif terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap
lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan
kematian bagi manusia.
Petani
merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin
menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian, masih berjumlah
sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah Kabupaten di Indonesia yang
mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber Penghasilan Utama
Daerah (PAD).
Untuk meningkatkan hasil pertanian
yang optimal, dalam paket intensifikasi pertanian diterapkan berbagai
teknologi, antara lain penggunan agrokimia (bahan kimia sintetik). Penggunaan
agrokimia, diperkenalkan secara besar-besaran (massive) menggantikan kebiasan
atau teknologi lama, baik dalam hal pengendalian hama maupun pemupukan tanaman.
Pola
penggunaan agrokimia khususnya pestisida beberapa petani hortikultura tidak
terkendali. Para petani cederung memakai pestisida bukan atas dasar indikasi
untuk pengendalian hama namun mereka menjalankan cara cover blanket system
yaitu ada ataupun tidak adanya hama, tanaman tetap disemprot dengan pestisida.
Penggunaan
pestisida yang tidak terkendali akan berakibat pada kesehatan petani itu sendiri
dan lingkungan pada umumnya.. Hingga tahun 2000 penelitian terhadap para
pekerja atau penduduk yang memiliki riwayat kontak pestisida, banyak sekali
dilakukan. Dari berbagai penelitian tersebut diperoleh gambaran prevalensi
keracunan tingkat sedang hingga berat disebabkan pekerjaan, yaitu antara 8,5%
sampai 50 %. Dengan demikian, dapat diperkirakan prevalensi angka xvi keracunan
tingkat sedang pada para petani bisa mencapai angka puluhan juta pada musim
penyemprotan.
Faktor
risiko yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat antara
lain umur, jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, pendidikan,
pemakaian Alat Pelindung Diri, status gizi dan praktek penanganan pestisida.
Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah penyimpanan pestisida,
pencampuran pestisida, penggunaan pestisida dan pasca penggunaanpestisida.
Pestisida
golongan sintetik yang banyak digunakan petani di Indonesia adalah golongan
organofosfat. Dampak penggunaan pestisida sering ditemui keluhan antara lain
muntah-muntah, ludah terasa lebih banyak, mencret, gejala ini dianggap oleh
petani sebagai sakit biasa. Beberapa efek kronis akibat dari keracunan
pestisida adalah berat badan menurun, anorexia, anemia, tremor, sakit kepala,
pusing, gelisah, gangguan psikologis, sakit dada dan lekas marah. Pestisida
organofosfat yang masuk ke dalam tubuh manusia mempengaruhi fungsi syaraf
dengan jalan menghambat kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial
dalam menghantarkan impuls sepanjang serabut syaraf.
Pestisida
organofosfat masuk ke dalam tubuh, melalui alat pencernaan atau digesti,
saluran pernafasan atau inhalasi dan melalui permukaan kulit yang tidak
terlindungi atau penetrasi. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas
enzim kholinesterase dalam darah, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai
berikut ; 75% - 100% katagori normal; 50% - < 75% katagori keracunan ringan;
25% - <50% katagori keracunan sedang; 0% - <25% katagori keracunan berat.
Keluarga
petani merupakan orang yang mempunyai risiko keracunan pestisida, hal ini
karena selalu kontak dengan petani penyemprot, tempat penyimpanan pestisida,
peralatan aplikasi pestisida, yang dapat menimbulkan kontaminasi pada air,
makanan dan peralatan yang ada di rumah. Keracunan terjadi disebabkan kurang
mengertinya keluarga petani akan bahaya pestisida, masih banyaknya petani yang
menggunakan pestisida yang kurang memperhatikan dan megikuti cara-cara
penangganan yang baik dan aman, sehingga dapat membahayakan pada keluarga
petani.
B. Rumusan
Masalah
Pekerjaan sebagai petani tidak
mungkin terpisah dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan populasi hama.
Dimana ada kecenderungan para petani menggunakan pestisida secara terus menerus
dengan frekuensi tinggi, bahkan tidak jarang kurang memperhatikan aturan
pemakaiannya. Keluarga petani merupakan orang yang mempunyai risiko keracunan
pestisida, hal ini karena selalu kontak dengan petani penyemprot, tempat
penyimpanan pesticida, peralatan aplikasi pestisida sesudah aplikasi yang dapat
menimbulkan kontaminasi pada air, makanan dan peralatan yang ada di rumah.
Menurut laporan tahun 2006 kegiatan
pemeriksaan aktifitas kholinesterase pada petani dengan jumlah sampel yang
diperiksa 50 orang menunjukan 98 % keracunan dengan rincian keracunan berat 16
%, keracunan sedang 48%, keracunan ringan 34% dan normal 2%.
Hal ini diduga kuat ada pengaruh pada
aspek penggunaan (teknik aplikasi), aspek manusia pekerja itu sendiri seperti
pendidikan, ketrampilan, perilaku, umur, tinggi tanaman yang disemprot, pakaian
pelindung arah dan kecepatan angin dan lain-lain. Sedangkan fase kritis yang
harus diperhatikan adalah pencampuran, penggunaan dan pasca penyemprotan dalam
pencegahan dan
pengendaliaan kejadian keracunan yang
dapat membahayakan bagi keluarganya.
Rumusan
permasalahan yang diambil dari keterangan tersebut yaitu gejala keracunan
pestisida golongan organofosfat dan faktor-faktor resiko keracunan pestisida
golongan organofosfat serta cara pencegahannya.
BAB II
PESTISIDA
( ORGANOFOSFAT )
A. Pestisida
Pestisida
berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo
berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh
hama..Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan
untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang
secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia (Sartono,
2001). USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau
campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi
hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu.
Pengertian
pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam Kementrian
Pertanian (2011) dan Permenkes RI
No.258/Menkes/Per/III/1992
adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang
dipergunakan untuk :
1.
Memberantas atau mencegah hama dan
penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil
pertanian.
2.
Memberantas rerumputan
3.
Mengatur atau merangsang pertumbuhan
yang tidak diinginkan
4.
Memberantas atau mencegah hama-hama
luar pada hewan peliharaan atau ternak
5.
Memberantas atau mencegah hama-hama
air
6.
Memberantas atau mencegah
binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat
angkutan, dan alat-alat pertanian
7.
Memberantas atau mencegah
binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang
yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air.
Menurut
PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan
sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan
lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan
tanaman.
Sementara
itu, The United States Environmental Control Act dalam Runia (2008)
mendefinisikan pestisida sebagai berikut :
1. Pestisida
merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat,
nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali
virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
2. Pestisida
merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
atau mengeringkan tanaman.
Menurut
Depkes (2004) dalam Rustia (2009), pestisida kesehatan masyarakat adalah
pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga,
tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja,
tempat umum lain, termasuk sarana nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan.
Pestisida terbatas adalah pestisida yang karena sifatnya (fisik dan kimia) dan
atau karena daya racunnya, dinilai sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan
lingkungan, oleh karenanya hanya diizinkan untuk diedarkan, disimpan dan
digunakan secara terbatas.
Pestisida
adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan
berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti
hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan
sebagai pembunuh hama yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit
tanaman yang disebabkan oleh fungi, bakteri, virus, nematode, siput, tikus,
burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut Permenkes RI,
No.258/Menkes/Per/III/1992 Semua zat kimia/bahan lain serta jasad renik dan
virus yang digunakan untuk membrantas atau mencegah hama-hama dan penyakit
yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas
gulma, mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman tidak termasuk
pupuk, mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewanhewan piaraan
dan ternak, mencegah/memberantas hama-hama air, memberantas/mencegah
binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga,
bangunan dan alat-alat angkutan, memberantas dan mencegah binatang-binatang
termasuk serangga yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia
atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman,
tanah dan air.
Pestisida
mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu
dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai
cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan jasad sasaran
yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya,
asal dan sifat kimia, berdasarkan bentuknya dan pengaruh fisiologisnya.
1.
Jenis
Pestisida Menurut Jasad Sasaran
Menurut
Kementrian Pertanian (2011), ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran
penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:
a.
Akarisida, berasal dari kata akari,
yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga
disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu. Contohnya Kelthene
MF dan Trithion 4 E.
b.
Algasida, berasal dari kata alga,
bahasa latinnya berarti ganggang laut, berfungsi untuk membunuh algae.
Contohnya Dimanin.
c.
Alvisida, berasal dari kata avis,
bahasa latinnya berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung.
Contohnya Avitrol untuk burung kakaktua.
d.
Bakterisida, Berasal dari katya
latin bacterium, atau kata Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri.
Contohnya Agrept, Agrimycin, Bacticin, Tetracyclin, Trichlorophenol
Streptomycin.
e.
Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau
kata Yunani spongos yang artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau
cendawan. Dapat bersifat fungitoksik (membunuh cendawan) atau fungistatik
(menekan pertumbuhan cendawan). Contohnya Benlate, Dithane M-45 80P, Antracol
70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dimatan 50 WP.
f.
Herbisida, berasal dari kata lain
herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh gulma. Contohnya
Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85 SP, Esteron 45 P
g.
Insektisida, berasal dari kata latin
insectum, artinya potongan, keratan segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh
serangga. Contohnya Lebaycid, Lirocide 650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP,
Tamaron.
h.
Molluskisida, berasal dari kata
Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk
membunuh siput. Contohnya Morestan, PLP, Brestan 60.
i.
Nematisida, berasal dari kata latin
nematoda, atau bahasa Yunani nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh
nematoda. Contohnya Nemacur, Furadan, Basamid G, Temik 10 G, Vydate.
j.
Ovisida, berasal dari kata latin
ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.
k.
Pedukulisida, berasal dari kata
latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
l.
Piscisida, berasal dari kata Yunani
Piscis, berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan. Contohnya Sqousin untuk
Cypirinidae, Chemish 5 EC.
m.
Predisida, berasal dari kata Yunani
Praeda berarti pemangsa, berfungsi sebagai pembunuh predator.
n.
Rodentisida, berasal dari kata
Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat.
Contohnya Dipachin 110, Klerat RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak,
Gisorin.
o.
Termisida, berasal dari kata Yunani
termes, artinya serangga pelubang kayu berfungsi untuk membunuh rayap.
Contohnya Agrolene 26 WP, Chlordane 960 EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul 10 EC,
Difusol CB.
p.
Silvisida, berasal dari kata latin
silva berarti hutan, berfungsi untuk membunuh pohon atau pembersih pohon.
q.
Larvasida, berasal dari kata Yunani
lar, berfungsi membunuh ulat (larva). Contohnya Fenthion, Dipel (Thuricide).
2.
Pestisida
berdasarkan cara kerjanya
Dilihat
dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi
menjadi tiga golongan, yaitu (Soemirat, 2005):
a.
Racun perut
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran
memakan pestisida. Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai
untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya
bunuhnya melalui perut. Contoh: Diazinon 60 EC.
b.
Racun kontak
Berarti
mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena pestisida. Organisme tersebut
terkena pestisida secara kontak langsung atau bersinggungan dengan residu yang
terdapat di permukaan yang terkena pestisida. Contoh: Mipcin 50 WP.
c.
Racun gas
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran
terkena uap atau gas. Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan
terbatas pada ruangan ruangan tertutup.
3.
Pestisida
Berdasarkan Struktur Kimia
Menurut
Pohan, jika dilihat dari segi struktur kimianya, pestisida dibagi atas:
a.
Orgahochlorine
Pestisida jenis ini mengandung unsur-unsur Carbon,
Hidrogen, dan Chlorine.
Misal : DDT
b.
Orgahoposphate
Pestisida yang mengandung unsur : P, C, H misal : tetra
ethyl phyro posphate (TEPP )
c.
Carbamate
Pestisida yang mengandung gugus Carbamate. Misal :
Baygon, Sevin dan Isolan.
d.
Lain-Lain
Diluar ketiga jenis diatas, pestisida ini mengandung senyawa
organik, serychin, senyawa sulphur organik dan
dinytrophenol.
Sedangkan menurut Dep.Kes RI Dirjen
P2M dan PL 2000 dalam Diana, berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat
digolongkan menjadi :
a.
Golongan organochlorin
Pestisida organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin
dan lain-lain. Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang
universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
b.
Golongan organophosfat
Pestisida organophosfat misalnya diazonin dan basudin.
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak
selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di
lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan
populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada
organokhlor.
c.
Golongan carbamat termasuk baygon,
bayrusil, dan lain-lain.
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip
dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem
kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini
aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
d.
Senyawa dinitrofenol misalnya
morocidho 40EC.
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses
pengubahan ADP (Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai
dengankebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial
tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam
sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang
diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
e.
Pyretroid
Salah satu
insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang
disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis
pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin,
permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil
terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin,
sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin,
flusitrinate.
f.
Fumigant
Fumigant adalah
senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh
serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau
zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang
radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene,
metylbromide, formaldehid, fostin.
g.
Petroleum
Minyak bumi yang
dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga digunakan sebagai
herbisida.
h.
Antibiotik
Misalnya senyawa
kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini mempunyai efek
sebagai bakterisida dan fungisida.
B.
Pestisida Golongan Organofosfat
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan
organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl,
Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion,
Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
Senyawa Organofospat merupakan penghambat yang
kuat dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada
persimpangan persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh
aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian rangsangan syaraf kelenjar
dan otot-otot. Golongan ini sangat toksik untuk hewan bertulang
belakang.Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada awal perang dunia
ke-II.
Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf
sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi
senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat
efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik terhadap mamalia. Penelitian
berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten terhadap insekta tetapi
kurang toksik terhadap manusia (misalnya : malathion).
Organofosfat
adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan
sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit
saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk
dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi
pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah.
Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu ± 2 minggu.
Pestisida
yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain:
a.
Asefat
Diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas
untuk mengendalikan hama-hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids,
thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat tanah), penggorok daun dan wereng.
LD50 (tikus) sekitar 1.030 – 1.147 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 10.000
mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kulit (kelinci).
b.
Kadusafos
Merupakan
insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut. LD50 (tikus) sekitar
37,1 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 24,4 mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit
dan tidak menyebabkan iritasi pada mata.
c. Klorfenvinfos
Diumumkan
pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik serta bekerja sebagai
racun kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang. LD50 (tikus)
sekitar 10 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 31 – 108 mg/kg.
d. Klorpirifos
Merupakan
insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja sebagai racun
kontak, racun lambung, dan inhalasi. LD50 oral (tikus) sebesar 135 – 163 mg/kg;
LD50 dermal (tikus) > 2.000 mg/kg berat badan.
e. Kumafos
Ditemukan
pada tahun 1952. Insektisida ini bersifat non-sistemik untuk mengendalikan
serangga hama dari ordo Diptera. LD50 oral (tikus) 16 – 41 mg/kg; LD50 dermal
(tikus) > 860 mg/kg.
f. Diazinon
Pertama kali
diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan insektisida dan akarisida
non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi.
Diazinon juga diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment).
LD50 oral (tikus) sebesar 1.250 mg/kg.
g. Diklorvos
(DDVP)
Dipublikasikan
pertama kali pada tahun 1955. Insektisida dan akarisida ini bersifat
non-sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun inhalasi.
Diklorvos memiliki efek knockdown yang sangat cepat dan digunakan di
bidang-bidang pertanian, kesehatan masyarakat, serta insektisida rumah
tangga.LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 90 mg/kg.
h. Malation
Diperkenalkan
pada tahun 1952. Malation merupakan pro-insektisida yang dalam proses
metabolisme serangga akan diubah menjadi senyawa lain yang beracun bagi
serangga. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun
kontak dan racun lambung, serta memiliki efek sebagai racun inhalasi. Malation
juga digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk mengendalikan vektor
penyakit. LD50 oral (tikus) 1.375 – 2.800 mg/lg; LD50 dermal (kelinci) 4.100
mg/kg.
i.
Paration
Ditemukan
pada tahun 1946 dan merupakan insektisida pertama yang digunakan di lapangan
pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh G.
Schrader. Paration merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode of action
sebagai racun saraf yang menghambat kolinesterase, bersifat non-sistemik, serta
bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan racun inhalasi. Paration
termasuk insektisida yang sangat beracun, LD50 (tikus) sekitar 2 mg/kg; LD50
dermal (tikus) 71 mg/kg.
j.
Profenofos
Ditemukan
pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini memiliki aktivitas
translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai
serangga hama (terutama Lepidoptera) dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 358
mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 472 mg/kg.
11) Triazofos.
11) Triazofos.
Ditemukan
pada tahun 1973. Triazofos merupakan insektisida, akarisida, dan nematisida
berspektrum luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Triazofos
bersifat non-sistemik, tetapi bisa menembus jauh ke dalam jaringan tanaman
(translaminar) dan digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan
tungau. LD50 (tikus) sekitar 57 – 59 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 2.000
mg/kg.
C. Memahami diagnosis keracunan
organofosfat
Penegakan diagnosa dari keracunan seringkali dengan mudah
dapat ditegakkan karena keluarga atau pengantar penderita sudah mengatakan
penyebab keracunan atau membawa tempat bahan beracun kepada dokter.Tapi
kadang-kadang kita menemui kesulitan dalam menentukan penyebab keracunan terutama
bila penderita tidak sadar dan tidak ada saksi yang mengetahui kejadiannya.
Diagnosa dari keracunan terutama didasarkan pada anamnesa yang diambil dari
orang tua, keluarga,pengasuh atau orang lain yang mengetahui kejadiannya.
Pada anamnesa ditanyakan kapan dan bagaimana terjadinya,
tempat kejadian dan kalau mungkin mencari penyebab keracunan. Ditanya pula
kemungkinan penggunaan obat-obatan tertentu atau resep yang mungkin baru
didapat dari dokter. Diusahakan sedapat mungkin agar tempat bekas bahan beracun
diminta untuk melihat isi bahan beracun dan kemudian diselidiki lebih lanjut.
Pemeriksaan fisik sangat penting terutama pada penderita-penderita yang belum
jelas penyebabnya. Selain pemeriksaan fisik rutin dicari pula tanda-tanda
khusus pada keracunan-keracunan tertentu seperti :
1.
Bau :
a.
Aceton : Methanol, isopropyl alcohol,
acetyl salicylic acid
b.
Coal gas : Carbon monoksida
c.
Buah per : Chloralhidrat
d.
Bawang putih : Arsen, fosfor, thalium,
organofosfat
e.
Alkohol : Ethanol, methanol
f. Minyak : Minyak tanah atau destilat minyak,
2.
Kulit
:
a.
Kemerahan : Co, cyanida, asam borax,
anticholinergik
b.
Berkeringat : Amfetamin, LSD,
organofosfat, cocain, barbiturat
c.
Kering : Anticholinergik
d.
Bulla : Barbiturat, carbonmonoksida
e.
Ikterus
: Acetaminofen, carbontetrachlorida, besi, fosfor, jamur
f.
Purpura : Aspirin, warfarin, gigitan ular
g.
Sianosis : Nitrit, nitrat, fenacetin, benzocain.
3. Suhu Tubuh :
a.
Hipothermia : Sedatif hipnotik, ethanol,
carbonmonoksida, clonidin,
fenothiazin
b.
Hiperthermia : Anticholinergik,
salisilat, amfetamin, cocain, fenothiazin, theofilin.
4. Tekanan Darah :
a.
Hipertensi : Simpatomimetik, organofosfat,
amfetamin .
b.
Hipotensi : Sedatif hipnotik, narkotika,
fenothiazin, clonidin, beta-blocker
5. Nadi :
a.
Bradikardia : Digitalis, sedatif
hipnotik, beta-blocker, ethchlorvynol.
b.
Tachikardia : Anticholinergik,
amfetamin, simpatomimetik, alkohol, cokain, aspirin, theofilin
c.
Arithmia : Anticholinergik, organofosfat, fenothiazin, carbonmonoksida, cyanida, beta-blocker.
6. Selaput Lendir :
a.
Kering : Anticholinergik
b.
Salivasi : Organofosfat, carbamat
c.
Lesi mulut : Bahan korosif, paraquat
d.
Lakrimasi : Kaustik, organofosfat, gas irritant.
7. Respirasi :
a.
Depressi : Alkohol, narkotika, barbiturat,
sedatif hipnotik
b.
Tachipnea : Salisilat, amfetamin,
carbonmonoksida
c.
Kussmaull : Methanol, ethyliene glycol,
salisilat.
8.
Oedema Paru :
Salisilat,
narkotika, simpatomimetik.
9.
Sus. Saraf pusat:
a.
Kejang : Amfetamin, fenothiazin, cocain,
camfer, tembaga, isoniazid, organofosfat, salisilat, antihistamin,
propoxyphene.
b.
Miosis : Narkotika ( kecuali demerol dan
lomotil ), fenothiazin,
diazepam, organofosfat
(stadium lanjut), barbiturat,jamur.
c.
Midriasis : Anticholinergik, simpatomimetik, cocain, methanol, lSD, glutethimid.
d.
Buta,atropi optik : Methanol
e.
Fasikulasi : Organofosfat
f.
Nistagmus : Difenilhidantoin, barbiturat, carbamazepim, ethanol, carbonmonoksida, ethanol
g.
Hipertoni : Anticholinergik, fenothiazin, strichnyn
h.
Mioklonus,rigiditas : Anticholinergik, fenothiazin, haloperidol
i.
Delirium/psikosis : Anticholinergik, simpatomimetik, alkohol, fenothiazin, logam berat, marijuana, cocain, heroin, metaqualon
j.
Koma : Alkohol, anticholinergik, sedative hipnotik, carbonmonoksida, Narkotika, anti depressi trisiklik, salisilat, organofosfat
k.
Kelemahan paralise:
Organofosfat, carbamat, logam berat.
10. Saluran Pencernaan :
Muntah,diare,
: Besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida, organofosfat nyeri perut.
D. Mekasnisme toksisitas
Organofosfat
disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Pada awal
sintesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion
dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga
cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan
komponen yang protein terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia
seperti malathion, tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.
Organofosfat adalah insektisida
yang paling toksik di antara jenis pestisida
lainnya
dan sering menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan, meskipun hanya
dalam jumlah sedikit, dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam
plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim
tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan
kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat
dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat
dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang
berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.
E.
Mekanisme Kerja Pestisida
Organofosfat Dalam Tubuh
Pestisida golongan organofosfat dan karbamat adalah
persenyawaan yang tergolong antikholinesterase seperti physostigmin,
prostigmin, diisopropylfluoropphosphat dan
karbamat.
Dampak pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain
tergantung dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan.
Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase
berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat.
Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf
berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system (CNS), akhirnya
terjadi gerakan-gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh otak. Apabila tubuh terpapar
secara berulang pada jangka waktu yang lama, maka mekanisme kerja enzim
kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem syaraf.
Di seluruh sistem persyarafan (the nervous system),
terdapat pusat-pusat pengalihan elektro kemikel yang dinamakan synapses, getaran-getaran
impuls syaraf elektrokemis (electrochemical nerve impulse), dibawa
menyeberangi kesenjangan antara sebuah syaraf (neuron) dan sebuah otot
atau sari neuron ke neuron. Karena getaran syaraf (sinyal)
mencapai suatu sypapse, sinyal itu merangang pembebasan asetilkolin.
Asetikholinesterase adalah suatu enzim, terdapat pada
banyak jaringan yang menghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan asam
asetat. Sel darah merah dapat mensintesis asetilkholin dan bahwa kholin
asetilase dan asetilkholinesterase keduanya terdapat dalam sel darah merah.
Kholin asetilase juga ditemukan tidak hanya di dalam otak tetapi juga di dalam
otot rangka, limpa dan jaringan plasenta. Adanya enzim ini dalam jaringan
seperti plasenta atau eritrosit yang tidak mempunyai persyaratan menunjukkan
fungsi yang lebih umum bagi asetilkholin dari pada funsi dalam syaraf saja.
Pembentukan dan pemecahan asetilkholin dapat dihubungkan dengan permeabilitas
sel. Perhatian lebih diarahkan pada sel darah merah, telah dicatat bahwa enzim kholin
asetilase tidak aktif baik karena pengahambatan oleh obat-obatan maupun karena
kekurangan subtrat, sel akan kehilangan permeabilitas selektifnya dan mengalami
hemolisis.
Asetilkholin berperan sebagai jembatan penyeberangan bagi
mengalirnya getaran syaraf. Melalui sistem syaraf inilah organ-organ di dalam
tubuh menerima informasi untuk mempergiat atau mengurangi efektifitas sel. Pada
sistem syaraf, stimulas yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf
(akson) dalam betuk impuls. Setelah impuls syaraf oleh asetikholin dipindahkan
(diseberangkan) melalui serabut, enzim kholinesterase memecahkan asetilkholin
dengan cara meghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan sebuah ion asetat,
impuls syaraf kemudian berhenti. Reaksi-reaksi kimia ini terjadi sangat cepat.
Ketika pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia atau
hewan, pestisida menempel pada enzim kholinesterase. Karena kholinesterase
tidak dapat memecahkan asetilkholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan
suatu twiching yang cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada
kelumpuhan. Pada saat otot-otot pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah
kematian.
Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh
akan menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi
akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas
akan menyebabkan gangguan sistem syaraf yang berupa aktifitas kolinergik secara
terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini selanjutnya
akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan.
Asetilkholin mudah dihidrolisis menjadi kholin dan asam
asetat oleh kerja enzim asetilkholinesterase, ditemukan tidak hanya pada ujung
syaraf tetapi juga dalam serabut syaraf, kerja asetilkholin dalam tubuh diatur
oleh efek penginaktifan asetilkholinesterase.
Pemecahan asetilkholin adalah suatu reaksi eksenergik
karena diperlukan energi untuk sintesisnya kembali. Asetat aktif (Asetil KoA)
bertindak sebagai donor untuk asetilasi kholin. Enzim kholinesterase yang
diaktifkan oleh ionion kalium dan magnesium mengatalisis transfer asetil dari
asetil KoA ke kholin. Antikholinesterase, pengambat asetilkholinesterase dengan
akibat pemanjangan aktifitas parasimpatis dipengaruhi oleh fisostigmin
(eserin), kerja ini adalah reversibel.
Neostigmin (prostigmin) adalah suatu alkaloid yang diduga
berfungsi juga sebagai inhibitor kholinesterase dan dengan demikian
memanjangkan kerja asetilkholin atau kerja parasimpatis. Ini telah dipakai
dalam pengobatan myasthenia gravis, suatu kelemahan otot dengan atrofi yang
kronik dan prodresif. Senyawa sintetik, diisopropilflurofosfat pada gambar
berikut ini, juga menghambat aktifitas esterase tetapi dengan cara ireversibel.
F. Gejala Keracunan Organofosfat
Gejala keracunan organofosfat
sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya
stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf
pusat maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan
diare (SLUD) terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya
stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah
meningkat pada mata dan otot polos.
Racun pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh
melalui pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh. Masuknya pestisida
golongan orgaofosfat segera diikuti oleh gejala-gejala khas yang tidak terdapat
pada gejala keracunan pestisida golongan lain. Gejala keracunan pestisida yang
muncul setelah enam jam dari paparan pestisida yang terakhir, dipastikan bukan
keracunan golongan organofasfat.
Organofosfat
menyebabkan
fosforilasi dari ester acetylcholine esterase (sebagai choline esterase
inhibitor ) yang bersifat irreversibel sehingga enzim ini menjadi inaktif
dengan akibat terjadi penumpukan acetylcholine. Efek klinik yang terjadi adalah
terjadi stimulasi yang berlebihan oleh acetylcholine.
Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama
pemaparan atau 12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan
mengalami perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain.
Hasil dari perubahan/pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan
keluar melalui urine.
Adapun gejala keracunan pestisida golongan organofosfat
adalah :
1.
Gejala awal
Gejala awal akan timbul : mual/rasa
penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit kepala dan gangguan penglihatan.
2.
Gejala Lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan
adalah keluar ludah yang berlebihan, pengeluaran lendir dari hidung (terutama
pada keracunan melalui hidung), kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air
mata yang berlebihan, kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot
rangka.
3.
Gejala Sentral
Gelaja sentral yan ditimbulkan
adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya reflek, kejang dan koma.
4.
Kematian
Apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian
dikarenakan
kelumpuhan otot pernafasan.
Gejala-gejala tersebut akan muncul kurang dari 6 jam, bila
lebih dari itumaka dipastikan penyebabnya bukan golongan Organofosfat.
Pestisida organofosfat dapat menimbulkan keracunan yang bersifat
akut dengan gejala (keluhan) sebagai berikut : leher seperti tercekik, pusing-pusing,
badan terasa sangat lemah, sempoyongan, pupil atau celah iris mata menyempit,
pandangan kabur, tremor, terkadang kejang pada otot, gelisah dan menurunnya kesadaran,
mual, muntah, kejang pada perut, mencret, mengeluakan keringat yang berlebihan,
sesak dan rasa penuh di dada, pilek, batuk yang disertai dahak, mengeluarkan
air liur berlebihan. Sebab baru biasanya terjadi 12 jam setelah keracunan,
denyut jantung menjadi lambat dan ketidakmampuan mengendalikan buang air kecil
maupun besar.
G. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Terjadinya Keracunan
Hasil pemeriksaan aktifitas kholinesterase darah dapat
digunakan sebagai penegas (konfirmasi) terjadinya keracuan pestisida pada
seseorang. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan pula bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya keracunan juga merupakan faktor-faktor yang menyebabkan
rendahnya aktifitas kholenisterase darah. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian
keracunan pestisida adalah faktor dalam tubuh (internal) dan faktor dari luar
tubuh (eksternal), faktor-faktor tersebut adalah :
1. Faktor di dalam tubuh (internal) antara lain :
a.
Usia, usia merupakan fenomena alam, semakin lama seseorang
hidup maka usiapun akan bertambah. Seseorang dengan bertambah usia maka kadar
rata-rata cholinesterase dalam darah akan semakin rendah sehingga akan
mempermudah terjadinya keracunan pestisida.
b.
Status gizi, buruknya keadaan gizi seseorang akan berakibat
menurunnya daya tahan dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi
yang buruk, protein yang ada tubuh sangat terbatas dan enzim kholinesterase
terbentuk dari protein, sehingga pembentukan enzim kholinesterase akan
terganggu. Dikatakan bahwa orang yang memiliki tingkat gizi baik cenderung
miliki kadar rata-rata kholinesterase lebih besar.
c.
Jenis Kelamin, kadar kholin bebas dalam plasma darah
laki-laki normal rata-rata 4,4 μg/ml. Analisis dilakukan selama beberapa bulan
menunjukkan bahwa tiap-tiap individu mempertahankan kadarnya dalam plasma
hingga relatif konstan dan kadar ini tidak meningkat setelah makan atau
pemberian oral sejumlah besar kholin. Ini menunjukkan adanya mekanisme dalam
tubuh untuk mempertahankan kholin dalam plasma pada kadar yang konstan. Jenis
kelamin sangat mempengaruhi akatifitas enzim kholinestrase, jenis kelamin
laki-laki lebih rendah dibandingkan jenis kelamin perempuan karena pada
perempuan lebih banyak kandungan enzim kolinesterase, meskipun demikian tidak
dianjurkan wanita menyemprot dengan menggunakan pestisida, karena pada saat
kehamilan kadar rata-rata kholinesterase cenderung turun.
d.
Tingkat Pendidikan, pendidikan formal yang diperoleh
seseorang akan memberikan tambahan pengetahuan bagi individu tersebut, dengan
tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan tentang pestisida
dan bahayanya juga lebih baik jika di bandingkan dengan tingkat pendidikan yang
rendah, sehingga dalam pengelolaan pestisida, tingkat pendidikan tinggi akan
lebih baik.
e.
Pengetahuan, sikap dan praktek (tindakan), seseorang telah
setuju terhadap objek, maka akan terbentuk pula sikap positif terhadap obyek
yang sama. Apabila sikap positif terhadap suatu program atau obyek telah
terbentuk, maka diharapkan akan terbentuk niat untuk melakukan program tersebut.
Bila niat itu betul-betul dilakukan, hal ini sangat bergantung dari beberapa
aspek seperti tersediannya sarana dan prasarana serta kemudahan-kemudahan
lainnya, serta pandangan orang lain disekitarnya. Niat untuk melakukan
tindakan, misalnya menggunakan alat pelindung diri secara baik dan benar pada
saat melakukan penyemproan pestisida, seharusnya sudah tersedia dan praktis
sehingga petani mau menggunakannya. Hal ini merupakan dorongan untuk melakukan
tindakan secara tepat sesuai aturan kesehatan sehingga risiko terjadinya
keacunan pestisida dapat dicegah atau dikurangi.
2. Faktor di luar tubuh (eksternal)
a.
Dosis, semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin
besar semakin mempermudah terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida.
Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, hal
ini di tentukan dengan lama pemajanan. Untuk dosis penyempotan di lapangan
khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan 0,5 – 1,5 kg/ha3,13).
b.
Lama kerja sebagai petani, semakin lama bekerja menjadi
petani akan semakin sering kontak dengan pestisida sehingga risiko keracunan
pestisida semakin tinggi. Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah
karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2
minggu setelah melakukan penyemprotan.
c.
Tindakan penyemprotan pada arah angin, arah angin harus
diperhatikan oleh penyemprot saat melakukan penyemprotan. Penyemprotan yang
baik bila searah dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh melebihi 750 m
per menit. Petani pada saat menyemprot yang melawan arah angin akan mempunyai
risiko lebih besar bila dibanding dengan petani yang saat menyemprot
tanaman searah dengan arah angin.
d.
Waktu penyemprotan, perlu diperhatikan dalam melakukan
penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat
menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga
waktu penyemprotan semakin siang akan mudah terjadi keracunan pestisida
terutama penyerapan melalui kulit.
e.
Frekuensi Penyemprotan, semakin sering melakukan
penyemprotan, maka semakan tinggi pula risiko keracunannya. Penyemprotan
sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat
kontak dapat kontak dengan pestisida maksimal 5 jam perhari.
f.
Jumlah jenis pestisida yang digunakan, jumlah jenis
pestisida yang digunakan dalam waktu penyemprotan akan menimbulkan efek
keracunan lebih besar bila dibanding dengan pengunaan satu jenis pestisida
karena daya racun atau konsentrasi pestisida akan semakin kuat sehingga memberikan
efek samping yang semakin besar.
g.
Penggunaan Alat Pelindung Diri, penggunaan alat pelindung
diri dalam melakukan pekerjaan bertujuan untuk melindungi dirinya dari sumber
bahaya tertentu, baik yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan kerja. Alat
pelindung diri berguna dalam mecegah atau mengurangi sakit atau cidera.
Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh sebab itu penggunaan alat
pelindng diri padapetani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari
kontak langsung dengan pestisida.
Jenis-jenis alat pelindung diri adalah :
1)
Alat pelindung kepala dengan topi atau helm kepala.
2)
Alat pelindung mata, kacamata diperlukan untuk melindungi
mata dari percikan, partikel melayang, gas-gas, uap, debu yang berasal dari
pemaparan pestisida.
3)
Alat pelindung pernafasan adalah alat yang digunakan untuk
melindungi pernafasan dari kontaminasi yang berbentuk gas, uap, maupun partikel
zat padat.
4)
Pakaian pelindung, dikenakan untuk melindungi tubuh dari
percikan bahan kimia yang membahayakan.
5)
Alat pelidung tangan, alat ini biasanya berbentuk sarung
tangan, untuk keperluan penyemprotan sarung tangan yang digunakan terbuat dari
bahan yan kedap air serta tidak bereaksi dengan bahan kimia yang terkandung
dalam pestisida.
6)
Alat pelindung kaki, biasanya berbentuk sepatu dengan
bagian atas yang panjang sampai dibawah lutut, terbuat dari bahan yang kedap
air, tahan terhadap asam, basa atau bahan korosif lainnya.
Ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemakain alat pelindung diri, yaitu :
a)
Perlengkapan pelindung diri tersebut harus terbuat dari
bahanbahan yang memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.
b)
Setiap perlengkapan pelindung diri yang akan digunakan
harus dalam keadaan bersih dan tidak rusak.
c)
Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan
petunjuk pengamanan yang tertera pada label/brosur pestisida tersebut.
d)
Setiap kali selesai digunakan perlengkapan pelindung diri
harus dicuci dan disimpan di empat khusus dan bersih.
H. Cara
Pencegahan Keracunan Pestisida
Pengetahuan tentang pestisida yang
disertai dengan praktek penyemprotan akan dapat menghindari petani/penyemprot
dari keracunan.
Ada beberapa cara untuk meghindari
keracunan antara lain.
1. Pembelian
pestisida
Dalam
pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli, masih utuh dan
ada label petunjuknya
2. Perlakuan
sisa kemasan
Bekas
kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata air untuk
mengindai pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali bekas kemasan
pestisida untuk tempat makanan dan minuman.
3. Penyimpanan
Setelah
menggunakan pestisida apabila berlebih hendaknya di simpan yang aman seperti
jauh dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur dengan bahan makanan dan
sediakan tempat khusus yang terkunci dan terhindar dari sinar matahari
langsung.
4. Penatalaksanaan
Penyemprotan
Pada
pelaksanaan penyemprotan ini banyak menyebabkan keracunan oleh sebab itu petani
di wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap melakukan
penyemprotan, tidak melawan arah angin atau tidak melakukan penyemprotan
sewaktu angin kencang, hindari kebiasaan makan-minum serta merokok di waktu
sedang menyemprot, setiap selesai menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun
dan berganti pakaian serta pemakain alat semprot yang baik akan menghindari
terjadinya keracunan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pestisida
yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl,
Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion,
Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
Gejala keracunan organofosfat
sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya
stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf
pusat maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan
diare (SLUD) terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya
stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah
meningkat pada mata dan otot polos.
Hasil pemeriksaan aktifitas kholinesterase
darah dapat digunakan sebagai penegas (konfirmasi) terjadinya keracuan
pestisida pada seseorang. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan pula bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan juga merupakan
faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya aktifitas kholenisterase darah. Faktor
yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida adalah faktor dalam
tubuh (internal) dan faktor dari luar tubuh (eksternal).
Pengetahuan tentang pestisida yang disertai dengan praktek penyemprotan akan
dapat menghindari petani/penyemprot dari keracunan.
B.
Saran
Pada
pelaksanaan penyemprotan ini banyak menyebabkan keracunan oleh sebab itu petani
di wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap melakukan
penyemprotan, tidak melawan arah angin atau tidak melakukan penyemprotan
sewaktu angin kencang, hindari kebiasaan makan-minum serta merokok di waktu
sedang menyemprot, setiap selesai menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun
dan berganti pakaian serta pemakain alat semprot yang baik akan menghindari
terjadinya keracunan.
SOAL
– SOAL
A. Soal Essay
Jawablah
pertanyaan dibawah ini dengan baik dan benar !
1. Jelaskan
Pengertian pestisida ?
2. Sebutkan
faktor resiko keracunan pestisida organofosfat ?
3. Sebutkan
dan jelaskan pestisida berdasarkan struktur kimianya ?
4. Tuliskan
dan jelaskan Gejala keracunan organofosfat ?
5. Faktor-faktor
terjadinya keracunan ?
6. Sebutkan
persentase tingkat keracunan organofosfat berdasarkan
aktifitas enzim kholinesterase dalam darah
pada kategori keracunan normal, ringan, sedang, dan bera ?
7. Jelaskan
pengertian pestisida menurut PP RI tahun 1995 ?
8. Sebutkan
dan jelaskan jenis pestisida menurut jasad sasarannya ?
9. Sebutkan
beberapa pestisida yang termasuk golongan organofosfat ?
10. Syarat
yang harus dipenuhi dalam pemakaian alat pelindung diri ? sebutkan dan jelaskan
!
Jawaban
:
1.
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan
sida yang berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan
secara sederhana sebagai pembunuh hama. Secara umum pestisida dapat
didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad
yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung
merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001). USEPA dalam Soemirat (2005)
menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk
mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman,
dan mikroorganisme penggangu.
2.
Faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian keracunan pestisida organofosfat antara lain umur, jenis kelamin,
pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, pendidikan, pemakaian Alat Pelindung
Diri, status gizi dan praktek penanganan pestisida.
3.
Jika dilihat dari segi struktur kimianya, pestisida
dibagi atas:
a. Orgahochlorine
Pestisida
jenis ini mengandung unsur-unsur Carbon, Hidrogen, dan Chlorine. Misal : DDT
b. Orgahoposphate
Pestisida
yang mengandung unsur : P, C, H misal : tetra ethyl phyro posphate (TEPP )
c. Carbamate
Pestisida yang mengandung gugus
Carbamate. Misal : Baygon, Sevin dan
Isolan.
4. Gejala keracunan pestisida golongan organofosfat adalah :
1. Gejala awal
Gejala
awal akan timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit kepala
dan gangguan penglihatan.
2. Gejala Lanjutan
Gejala
lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan, pengeluaran
lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung), kejangusus dan
diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan, kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot
rangka.
3. Gejala Sentral
Gelaja
sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya reflek,
kejang dan koma.
4. Kematian
Apabila
tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan
kelumpuhan otot pernafasan.
5. Faktor yang berpengaruh terhadap
kejadian keracunan pestisida adalah faktor dalam tubuh (internal) dan faktor
dari luar tubuh (eksternal). Faktor internal seperti usia, status gizi, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal
seperti dosis, lama kerja sebagai petani, tindakan penyemprotan pada angin,
waktu penyemprotan, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida yang
digunakan, dan penggunaan alat pelindung diri.
6. Pengukuran
tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah,
penentuan tingkat keracunan adalah sebagai berikut ; 75% - 100% katagori
normal; 50% - < 75% katagori keracunan ringan; 25% - <50% katagori
keracunan sedang; 0% - <25% katagori keracunan berat.
7. Menurut PP
RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai
zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain,
serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
8. Jenis
Pestisida Menurut Jasad Sasaran
Menurut Kementrian Pertanian (2011), ditinjau dari
jenis jasad yang menjadi sasaran penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi
beberapa jenis antara lain:
a.Akarisida h.Algasida
b.Alvisida i.Bakterisida
c.Fungsida j.Herbisida
d.Insektisida k.Nematisida
e.Ovisida l.Pedukulisida
f.Piscisida m.Predisida
g.Rodentisida n.Termisida
9.
Pestisida yang termasuk ke dalam
golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton
Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion,
Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
10. Ada
beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemakain alat pelindung diri, yaitu :
a) Perlengkapan pelindung diri
tersebut harus terbuat dari bahanbahan yang memenuhi kriteria teknis
perlindungan pestisida.
b) Setiap perlengkapan pelindung diri
yang akan digunakan harus dalam keadaan bersih dan tidak rusak.
c) Jenis perlengkapan yang digunakan
minimal sesuai dengan petunjuk pengamanan yang tertera pada label/brosur
pestisida tersebut.
d) Setiap kali selesai digunakan
perlengkapan pelindung diri harus dicuci dan disimpan di empat khusus dan
bersih.
B.
Soal Benar Salah
Berilah
tanda benar (B) atau salah (S) pada pernyataan yang ada dibawah ini !
1. .... Dampak pestisida terhadap
kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas
pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan.
2.
....
Pyretroid
merupakan Salah satu insektisida tertua di dunia, yang merupakan
campuran dengan senyawa dinitrofenol yang disebut pyretrin yang diekstraksi
dari bunga dari genus Chrysanthemum.
3.
.... USEPA dalam
Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang
digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama hanya dalam bentuk
tanaman-tanaman.
4.
.... Beberapa efek kronis akibat dari
keracunan pestisida adalah berat badan menurun, anorexia, anemia, tremor, sakit
kepala, pusing, gelisah, gangguan psikologis, sakit dada dan lekas marah.
5.
.... Racun pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh
melalui pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh.
Jawaban
:
1. B
: Dampak pestisida terhadap
kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas
pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan.
2.
S : Pyretroid merupakan Salah satu
insektisida tertua di dunia, yang merupakan campuran dengan senyawa
dinitrofenol yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus
Chrysanthemum.
3.
S
: USEPA dalam
Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang
digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama hanya dalam
bentuk tanaman-tanaman.
4.
B : Beberapa efek kronis akibat dari
keracunan pestisida adalah berat badan menurun, anorexia, anemia, tremor, sakit
kepala, pusing, gelisah, gangguan psikologis, sakit dada dan lekas marah.
5.
B : Racun pestisida golongan
organofosfat masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, tertelan melalui mulut
maupun diserap oleh tubuh.
C.
Soal Pilihan Ganda
Berilah
tanda silang ( X ) pada jawaban yang benar dibawah ini !
1. Pestisida
(sida, cide = racun) sampai kini masih merupakan salah satu cara utama yang
digunakan dalam pengendalian hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat
luas, yaitu :
a. Serangga,
cacing, tumbuhan pengganggu, bakteri dan virus
b. Serangga,
tumbuhan pengganggu, bakteri, kelelawar dan virus
c. Serangga,
tungau, tumbuhan pengganggu, bakteri dan virus
d. Serangga,
tungau, tanaman hias, bakteri dan mikroorganisme
2. Beberapa
efek kronis akibat dari keracunan pestisida, kecuali ...
a. Anemia c. Sakit
dada
b. Sakit
kepala d.
Berat badan meningkat
3. Pengukuran
tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah,
penentuan tingkat keracunan kategori normal adalah ...
a. 50 % -
80 % c. 75 % -
100 %
b. 60 % -
100 % d. 0% -
< 25 %
4. Menurut
Depkes (2004), pestisida kesehatan masyarakat adalah ...
a. pestisida
yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus)
atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat
umum lain, termasuk sarana nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan.
b. subtansi
yang digunakan untuk membunuh atau
mengendalikan
berbagai hama.
c. semua zat
atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan
tanaman.
d.
zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan
perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan
untuk perlindungan tanaman.
5.
Dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam
membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu ...
a.
Racun perut, kontak, dan gas
b.
Organoklorin, organofosfat, dan karbamat
c.
Fungsida, herbisida, dan insektisida
d.
Racun gas, racun kontak, dan organofosfat
6.
Pestisida yang bukan termasuk ke dalam
golongan organofosfat antara lain :
a.
Azinophosmethyl c. Demeton Methyl
b.
Parathion d. Tetraethyl
7.
Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu
...
a.
± 2 hari c. ± 1 jam
b.
± 2 minggu d.
± 1 bulan
8.
Insektisida pertama yang digunakan di lapangan
pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh G.
Schrader, yaitu ...
a.
Profenofos c. Paration
b.
Triazofos d. Diklorvos (DDVP)
9.
Tahun berapa pestisida paration ditemukan ...
a.
1937 c. 1946
b.
1975 d. 1964
10. Yang bukan merupakan gejala awal
keracunan pestisida golongan organofosfat adalah ...
a.
Muntah c. Sukar bicara
b.
Rasa lemas d. gangguan
penglihatan
11. Pestisida organofosfat dapat
menimbulkan keracunan yang bersifat akut dengan gejala (keluhan), kecuali ...
a.
Pingsan c. Batuk berdahak
b.
pupil
atau celah iris mata menyempit d. Pilek
12. faktor dalam
tubuh yang mempengaruhi terjadinya keracunan seperti ...
a.
usia,
status gizi, lama kerja, tingkat pendidikan, dan pengetahuan
b.
usia,
status gizi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengetahuan
c.
usia,
lama kerja, dosis, tingkat pendidikan, dan pengetahuan
d.
usia,
status gizi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan penggunaan alat pelindung
diri
13. Untuk dosis penyempotan di lapangan
khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan yaitu ...
a.
0,5
– 1,5 kg/ha3,13).
b.
0,5
– 2,5 kg/ha3,13).
c.
0,5
– 1,0 kg/ha3,13).
d.
0,5
– 2,0 kg/ha3,13).
14. Yang bukan merupakan Jenis-jenis
alat pelindung diri dari pestisida adalah ...
a.
Alat
pelindung kepala dengan topi atau helm kepala
b.
Alat
pelindung kaki, biasanya berbentuk sepatu dengan bagian atas yang panjang
sampai dibawah lutut, terbuat dari bahan yang kedap air, tahan terhadap asam,
basa atau bahan korosif lainnya
c.
Pakaian
pelindung
d.
Alat
pelindung telinga
15. cara
untuk meghindari keracunan, kecuali ....
a.
Pembelian pestisida
b.
Perlakuan sisa kemasan
c.
Penyimpanan
d.
Penyemprotan
berlawanan arah angin
Jawaban :
1.
C 6. B 11. B
2.
D 7. C 12. A
3.
C 8. C 13. D
4.
A 9. C 14. D
5.
A 10.
A 15. D
DAFTAR PUSTAKA
Diana,
Wulan. 2009. Dampak Negatif Penggunaan
Pestisida di Lingkungan
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1106/1/fp-diana.pdf. (Diakses
tanggal 19 Oktober 2011)
Budi,
Teguh. 2009. ANALISIS FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA
ORGANOFOSFAT
http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida.doc.2008
(diakses 25 Oktober 2011)
Pohan, Nurhasmawati. 2004. Pestisida
dan Pencemarannya. Universitas Sumatra Utara.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/
1367/1/tkimia-nurhasmawaty7.pdf. (Diakses 1 Novembar 2011)
Butarbutar, J. 2009. Pestisida dan
Pengendaliannya. Koperasi Serba Usaha "SUBUR" Provinsi Sumatera
Utara. Medan. www.koperasisubur.com. (Diakses 7 November 2011)
Munawir. 2011. Gejala Keracunan Pestisida Organofosfat
http://www.artikelkimia.info/gejala-keracunan-pestisida-organofosfat-dan-perawatannya-27320816092011
(diakses 12 November 2011)
Sartono. 2010. Transport Organofosfat
http://www.lingkungan-tropis.org/transport-organofosfat-dalam-tanah-laharko
(Diakses 12 November 2011)
Maria, Yuantari.
2011. Organofosfat
http://www.ebookkuliah.com/pdf/pengertian-organofosfat.html
(diakses 20 November 2011)
Biar tidak keracunan pestisida orgnophospat. Harus diapakan? Dan darimana patofisnya ?
ReplyDelete