BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kebakaran hutan merupakan proses
yang paling dominan dalam kemampuannya menimbulkan polutan di samping juga
proses atrisi dan penguapan. Karena dari pembakaran itulah akan meningkatkan
bahan berupa substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang
mencapai jumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi dan memberikan efek terhadap
manusia, hewan, vegetasi dan material.
Dampak
kebakaran yang sangat dirasakan manusia berupa kerugian ekonomis yaitu
hilangnya manfaat dari potensi hutan seperti tegakan pohon hutan yang biasa
digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan bangunan, bahan
makanan, dan obat-obatan, serta satwa untuk memenuhi kebutuhan akan protein
hewani dan rekreasi. Kerugian lainnya berupa kerugian ekologis yaitu
berkurangnya luas wilayah hutan, tidak tersedianya udara bersih yang dihasilkan
vegetasi hutan serta hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan
pencegah terjadinya erosi.
Dampak
global dari kebakaran hutan dan lahan yang langsung dirasakan adalah pencemaran
udara dari asap yang ditimbulkan mengakibatkan gangguan pernapasan dan
mengganggu aktifitas sehari-hari. Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di
Indonesia pada tahun 1997 – 1998 dan 2002 – 2005 menghasilkan asap yang juga
dirasakan oleh masyarakat Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam serta
mengancam terganggunya hubungan transportasi udara antar negara.
Kebakaran
hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu faktor alami
dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami antara lain
oleh pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga tanaman
menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial jika terkena percikan
api yang berasal dari batubara yang muncul dipermukaan ataupun dari pembakaran
lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran permukaan (surface
fire). Dua tipe kebakaran tersebut merusak semak belukar dan tumbuhan bawah
hingga bahan organik yang berada di bawah lapisan serasah seperti humus,
gambut, akar pohon ataupun kayu yang melapuk. Apabila lambat ditangani
kebakaran dapat terjadi meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk (crown
fire) dimana kebakaran ini merusak tajuk pohon. Akan tetapi tipe kebakaran
terakhir ini dapat terjadi juga karena adanya sembaran petir.
Faktor
kegiatan manusia yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan antara lain adanya
kegiatan pembuatan api unggun di dalam hutan, namun bara bekas api unggun
tersebut tidak dipadamkan. Adanya kegiatan pembukaan lahan dengan teknik
tebang-tebas-bakar yang tidak terkontrol, biasa dilakukan oleh perusahaan HTI
dan peladang berpindah ataupun menetap. Pembakaran secara disengaja untuk
mendapatkan lapangan penggembalaan atau tempat berburu, membuang puntung rokok
yang menyala secara sembarangan serta akibat penggunaan peralatan/mesin yang
menyebabkan timbulnya api.
B. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian kebakaran hutan.
2. Untuk
mengetahui gas pencemar udara akibat kebakaran hutan.
3. Untuk
mengetahui faktor-faktor penyebab kebakaran hutan.
4. Untuk
mengetahui dampak negative akibat kebakaran hutan.
5. Untuk
mengetahui strategi dan pengendalian kebakaran hutan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Definisi
Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan
dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan
yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya.
Kebakaran
hutan merupakan salah satu dampak dari semakin tingginya tingkat tekanan
terhadap sumber daya hutan. Dampak yang berkaitan dengan kebakaran hutan atau
lahan adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, seperti
terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah, dan air. Kebakaran hutan dan lahan
di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekwensi, intensitas, dan
luas arealnya berbeda.
Secara
umum kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tiga faktor
utama yaitu kondisi bahan bakar, cuaca, dan sosial budaya masyarakat. Kondisi
bahan bakar yang rawan terhadap bahaya kebakaran adalah jumlahnya yang melimpah
di lantai hutan, kadar airnya relatif rendah (kering), serta ketersediaan bahan
bakar yang berkesinambungan. Faktor iklim berupa suhu, kelembaban, angin dan
curah hujan turut menentukan kerawanan kebakaran. Suhu yang tinggi akibat
penyinaran matahari langsung menyebabkan bahan bakar mengering dan mudah
terbakar, kelembaban yang tinggi (pada hutan dengan vegetasi lebat) mengurangi
peluang terjadinya kebakaran hutan, angin juga turut mempengaruhi proses
pengeringan bahan bakar serta kecepatan menjalarnya api sedangkan curah hujan
mempengaruhi besar kecilnya kadar air yang terkandung dalam bahan bakar.
B. Bentuk
Pencemar Udara
1.
Pencemar Udara
Berbentuk Gas
Beberapa gas dengan jumlah
melebihi batas toleransi lingkungan, dan masuk ke lingkungan udara, dapat
mengganggu kehidupan makhluk hidup. Pencemar udara yang berbentuk gas adalah
karbon monoksida, senyawa belerang (SO2 dan H2S), seyawa nitrogen (NO2), dan
(CFC).
Kadar CO2 yang terlampau tinggi
di udara dapat menyebabkan suhu udara di permukaan bumi meningkat dan dapat
mengganggu sistem pernapasan.. Gas SO2 dan H2S dapat bergabung dengan partikel
air dan menyebabkan hujan asam. Keracunan NO2 dapat menyebabkan gangguan sistem
pernapasan, kelumpuhan, dan kematian. Sementara itu, CFC dapat menyebabkan
rusaknya lapian ozon di atmosfer.
2. Pencemar
Udara Berbentuk Partikel Cair atau Padat
Partikel yang mencemari udara
terdapat dalam bentuk cair atau padat. Partikel dalam bentuk cair berupa
titik-titik air atau kabut. Kabut dapat menyebabkan sesak napas jika terhiap ke
dalam paru-paru.
Partikel dalam bentuk padat
dapat berupa debu atau abu vulkanik. Selain itu, dapat juga berasal dari makhluk
hidup, misalnya bakteri, spora, virus, serbuk sari, atau serangga-serangga yang
telah mati. Partikel-partikel tersebut merupakan sumber penyakit yang dapat
mengganggu kesehatan manusia.
C.
Kebakaran Hutan di Indonesia
Hutan
merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung
keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan
non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah,
perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan,
rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan
perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun
1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri
Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan.
Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya
makin meningkat.
Kerusakan
hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini sangat signifikan karena
karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berimplikasi pada
kecenderungan pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun, suhu
lautan dalam telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm
selama abad yang terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar
memprediksi bumi secara rata-rata 1oC akan lebih panas menjelang tahun 2025.
Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan banyak wilayah. Kondisi
cuaca yang ekstrim yang menyebabkan kekeringan, banjir dan taufan, serta
distribusi organisme penyebab penyakit diprediksinya dapat terjadi.
Kebakaran
hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak
negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan
ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan
produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya
mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat,
sungai, danau, laut dan udara. Gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia
akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.
Berbagai
upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan telah dilakukan termasuk
mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai
Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan yang
cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran hutan makin
sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup
besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh karena
itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran
hutan.
D.
Polusi Udara Akibat Kebakaran Hutan
Pencemaran udara yang disebabkan
dari kebakaran hutan, yang mendapatkan beberapa dampak yang sangat merugikan
bagi seluruh makluk hidup yang ada disekitarnya. Dapat manggangu kesehatan,
estetika, kenyaman maupun merusak properti. Penyebab kebakaran hutan sebagian
dari kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, maupun dari keadaan alam
yang bisa menyebabkan kebakaran hutan yang menjadikan polusi diudara. Sifat
alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung
dan lokal,regional,maupun global.
Salah satu penyebab polusi udara di
Indonesia saat ini adalah seringnya terjadi kebakaran hutan. Kebakaran hutan
yang sering terjadi adalah di hutan-hutan. Kebakaran hutan merupakan bencana
yang setiap tahun terus terjadi. Kebakaran hutan skala besar adalah fenomena
yang menjadi sebuah kecenderungan yang rutin dalam 20 tahun terakhir.
Polusi
adalah masuknya makluk hidup, zat energi, atau komponen lain dalam lingkungan
atau perubahan tatatnan lingkungan oleh kegiatan manusia.Pencemar udara dapat
berupa gas dan partikel. Contohnya, gas H2S, Gas CO, CO 2’ dan batu bara.Sebab itu sangatlah merugikan
bagi semuannya.
Sumber
polusi udara dibagi menjadi dua yaitu pencemaran primer dan pencemaran
sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung
dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari
pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar
sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar
primer di atmosfer. Pembentukan ozon dalam smog
fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
Beberapa bahan polutan yang mencemari udara diantaranya
bahan polutan primer diantaranya adalah bahan primer seperti hidrokarbon dan
oksida, adalah bahan polutan primer, karbon dioksida, senyawa sulpur oksida,
senyawa nitrogen oksida dan dioksida. Adapun polutan bentuk partikel berupa
asap karbon yang sangat halus bercampur debu dari proses pemecahan suatu bahan.
Polusi
udara melanda di kota-kota sekitar hutan. Kebakaran hutan berakibat pada
pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain. Dapat menimbulkan
dampak negatif terhadap kesehatan manusia.Berikut ini beberapa mekanisme
biologis bagaimana polutan udara mencetuskan gejala penyakit.
1. Modifasi ikatan kovalen terhadap
protein penting intraseluler seperti enzim bekerja pada tubuh.
2. Komponen biologis menginduksi
inflamasi dan gangguan system imunitas.
3. Stimulasi sistem saraf otonom dan
nosioreseptor mengatur kerja jantung dan saluran napas.
4. Efek adjuvant terhadap sistem
imunitas tubuh.
5. Efek procoagulant dapat mengganggu
sirkulassi darah dan penyebaran polutan ke seluruh tubuh.
6. Menurunnya sistem pertahanan tubuh
normal.
7. Terjadinya radang pada paru-paru
8. Terbentuk radikal bebas
Namun
sebagian besar polusi udara terfokuskan pada efek akibat terhirup melalui
saluran pernapassan mengingat saluran napas merupan pintu utama masuknya
polutan udara kedalam tubuh.
Atas dasar hal tersebut, jadi jelas-jelas bahwa akibat
adanya kebakaran hutan akan menghasilkan polusi udara. Ada beberapa bahan
polutan dari pembakaran yang dapat mencemari udara, diantaranya adalah bahan
polutan primer, seperti: hidrokarbon dan karbon oksida, karbon dioksida,
senyawa sulphur oksida, senyawa nitrogen oksida dan nitrogen dioksida. Adapun
polutan berbentuk partikel adalah asap berupa partikel karbon yang sangat halus
bercampur dengan debu hasil dari proses pemecahan suatu bahan.
E.
Faktor Penyebab Kebakaran Hutan
Faktor
sosial budaya masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap adanya
kebakaran hutan. Beberapa faktor penyebab kebakaran hutan antara lain :
1.
Penggunaan api dalam
kegiatan persiapan lahan Masyarakat di sekitar kawasan hutan seringkali
menggunakan api untuk persiapan lahan, baik untuk membuat lahan pertanian
maupun perkebunan seperti kopi dan coklat. Perbedaan biaya produksi yang tinggi
menjadi satu faktor pendorong penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan.
Metode penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan dilakukan karena murah
dari segi biaya dan efektif dari segi waktu dan hasil yang dicapai cukup
memuaskan.
2.
Adanya kekecewaan terhadap
sistem pengelolaan hutan
Berbagai konflik sosial sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat sekitar kawasan hutan. Konflik yang dialami terutama masalah konflik atas system pengelolaan hutan yang tidak memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak puas sebagian masyarakat atas pengelolaan hutan bisa memicu masyarakat untuk bertindak anarkis tanpa memperhitungkan kaidah konservasi maupun hukum yang ada. Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam mengelola hutan yang cenderung desdruktif.
Berbagai konflik sosial sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat sekitar kawasan hutan. Konflik yang dialami terutama masalah konflik atas system pengelolaan hutan yang tidak memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak puas sebagian masyarakat atas pengelolaan hutan bisa memicu masyarakat untuk bertindak anarkis tanpa memperhitungkan kaidah konservasi maupun hukum yang ada. Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam mengelola hutan yang cenderung desdruktif.
3.
4. Pembalakan
liar atau illegal logging
Kegiatan pembalakan liar atau illegal
logging lebih banyak menghasilkan lahan-lahan kritis dengan tingkat kerawanan
kebakaran yang tinggi. Seringkali, api yang tidak terkendali secara mudah
merambat ke areal hutan-hutan kritis tersebut. Kegiatan pembalakan liar atau
illegal logging seringkali meninggalkan bahan bakar (daun, cabang, dan ranting)
yang semakin lama semakin bertambah dan menumpuk dalam kawasan hutan yang dalam
musim kemarau akan mengering dan sangat bepotensi sebagai penyebab kebakaran
hutan.
5. Kebutuhan
akan Hijauan Makanan Ternak (HMT)
Kehidupan masyarakat sekitar kawasan
hutan tidak lepas dari ternak dan penggembalaan. Ternak (terutama sapi)
menjadisalah satu bentuk usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga. Kebutuhan akan HMT dan areal penggembalaan merupakan salah satu hal
yang harus dipenuhi. Untuk mendapatkan rumput dengan kualitas yang bagus dan
mempunyai tingkat palatabilitas yang tinggi biasanya masyarakat membakar
kawasan padang rumput yang sudah tidak produktif. Setelah areal padang rumput
terbakar akan tumbuh rumput baru yang kualitasnya lebih bagus dan kandungan gizinya
tinggi.
6. Perambahan
hutan
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya
sebagai agen penyebab kebakaran hutan adalah migrasi penduduk dalam kawasan
hutan (perambah hutan). Disadari atau tidak bahwa semakin lama, kebutuhan hidup
masyarakat akan semakin meningkat seiring semakin bertambahnya jumlah keluarga
dan semakin kompleknya kebutuhan hidup. Hal tersebut menuntut penduduk untuk
menambah luasan lahan garapan mereka agar hasil pertanian mereka dapat
mencukupi kebutuhan hidupnya.
7. Sebab
lain
Sebab lain yang bisa menjadi pemicu
terjainya kebakaran adalah faktor kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
bahaya api. Biasanya bentuk kegiatan yang menjadi penyebab adalah
ketidaksengajaan dari pelaku. Misalnya masyarakat mempunyai interaksi yang
tinggi dengan hutan. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah kebiasaan
penduduk mengambil rotan yang biasanya sambil bekerja mereka menyalakan rokok.
Dengan tidak sadar mereka membuang puntung rokok dalam kawasan hutan yang
mempunyai potensi bahan bakar melimpah sehingga memungkinkan terjadi kebakaran.
F.
Dampak
Kebakaran Hutan
Dampak
yang ditimbulkan kebakaran hutan ternyata sangat kompleks. Kebakaran hutan tidak hanya
berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja. Namun
dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain.
Menurut Rully Syumanda (2003),
menyebutkan ada 4 aspek yang terindikasi sebagai dampak dari
kebakaran hutan. Keempat dampak tersebut mencakup dampak terhadap kehidupan
sosial, budaya, dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan,
dampak terhadap hubungan antar negara, serta dampak terhadap perhubungan dan
pariwisata.
1. Dampak
Terhadap Sosial, Budaya, dan Ekonomi. Kebakaran hutan memberikan dampak yang signifikan
terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi yang diantaranya meliputi:
a. Terganggunya aktivitas sehari-hari;
Asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan secara otomatis mengganggu
aktivitas manusia sehari-hari, apalagi bagi yang
aktivitasnya dilakukan di luar ruangan.
b. Menurunnya produktivitas;
Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi
produktivitas dan penghasilan.
c. Hilangnya sejumlah mata pencaharian
masyarakat di dan sekitar hutan; Selain itu, bagi masyarakat yang
menggantungkan hidup dari mengolah hasil hutan, dengan terbakarnya hutan
berarti hilang pula area kerja (mata pencarian).
d. Meningkatnya hama; Kebakaran hutan
akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga
spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu,
terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang
kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti gajah, monyet, dan binatang lain.
e. Terganggunya kesehatan; Kebakaran
hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan
lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara
lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan
lain-lain.
f. Tersedotnya anggaran negara; Setiap
tahunnya diperlukan biaya yang besar untuk menangani (menghentikan) kebakaran
hutan. Pun untuk merehabilitasi hutan yang terbakar serta berbagai dampak lain
semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang diambilkan dari kas negara.
g. Menurunnya devisa negara. Hutan
telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun
produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan
sumber devisa akan musnah. Selain itu, menurunnya produktivitas akibat
kebakaran hutan pun pada akhirnya berpengaruh pada devisa negara.
2.
Dampak
Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan. Kebakaran hutan memberikan dampak
langsung terhadap ekologi dan lingkungan yang diantaranya adalah:
a. Hilangnya sejumlah spesies; selain
membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam
kelangsungan hidup sejumlah binatang. Bebrabagai spesies endemik (tumbuhan maupun hewan)
terancam punah akibat kebakaran hutan.
b. Erosi; Hutan dengan tanamannya
berfungsi sebagai penahan erosi. Ketika tanaman musnah akibat kebakaran hutan
akan menyisakan lahan hutan yang mudah terkena erosi baik oleh air hujan bahkan
angin sekalipun.
c. Alih fungsi hutan; Kawasan hutan
yang terbakar membutuhkan waktu yang lama untuk kembali menjadi hutan. Bahkan
sering kali hutan mengalami perubahan peruntukan menjadi perkebunan.
d. Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi ekologis hutan
adalah dalam daur hidrologis. Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya
kemampuan hutan menyerap dan menyimpan air hujan.
e. Pemanasan global; Kebakaran hutan menghasilkan asap
dan gas CO2 dan gas lainnya. Selain itu, dengan terbakarnya hutan akan menurunkan
kemampuan hutan sebagai penyimpan karbon. Keduanya
berpengaruh besar pada perubahan iklim dan pemansan global.
f. Sendimentasi sungai; Debu dan sisa
pembakaran yang terbawa erosi akan mengendap di sungai dan menimbulkan pendangkalan.
g. Meningkatnya bencana alam;
Terganggunya fungsi ekologi hutan akibat kebakaran hutan membuat
intensitas bencana alam (banjir, tanah longsor, dan
kekeringan) meningkat.
3. Dampak Terhadap Hubungan Antarnegara. Asap hasil kebakaran hutan menjadi
masalah serius bukan hanya di daerah sekitar hutan saja. Asap terbawa angin
hingga ke daerah lain bahkan mencapai berbagai negara tetangga seperti
Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
4. Dampak Terhadap Perhubungan dan Pariwisata. Kebakaran hutan pun berdampak pada
pariwisata baik secara langsung ataupun tidak. Dampaknya seperti
ditutupnya obyek wisata hutan dan berbagai sarana
pendukungnya, terganggunya transportasi, terutama transportasi udara. Kesemunya
berakibat pada penurunan tingkat wisatawan secara nasional.
Mengingat sedemikian kompleknya dampak yang diakibatkan oleh
kebakaran hutan sudah selayaknya kita semua mewaspadai. Sekalipun tinggal jauh
dari hutan, menumbuhkan kesadaran akan bahaya kebakaran hutan mungkin salah
satunya.
Contoh
dampak kebakaran hutan
G. Strategi dan Pengendalian Kebakaran
Hutan
Dalam skala nasional isyu kebakaran
hutan mendapat perhatian dari pemerintah antara lain dengan adanya Brigade Kebakaran
Hutan (Manggala Agni/GALAAG) dibawah kendali Ditjen PHKA-Dephut RI Pada
tahun 1998, CIFOR, the International Centre
for Research in Agroforestry (ICRAF) dan the United States Forest
Service, dengan tambahan dana dari Uni Eropa, memulai
studi multi disiplin yang difokuskan pada
delapan lokasi rentan kebakaran di Sumatra
dan Kalimantan, untuk menentukan mengapa
kebakaran bisa terjadi, siapa yang bertanggung
jawab, bagaimana cara api menyebar dan
jenis habitat mana yang paling berisiko (CIFOR,2001).
Pada skala regional,
Taconi (2003) mengatakan bahwa di Asia Tenggara
keprihatinan mengenai dampak kebakaran hutan
cukup signifikan, yang ditunjukkan dengan
penandatanganan Perjanjian Lintas Batas Pencemaran Kabut oleh
negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada bulan
Juni 2002 di Kuala Lumpur.
Di samping LAPAN,
saat ini banyak stasiun bumi dibangun dan
menyediakan informasi serupa (misalnya satelit
NOAA). Namun dalam perjalanannya ternyata terdapat
perbedaan-perbedaan antara informasi dari LAPAN dengan
dari penyedia informasi lain. Perbedaan
yang dimaksud terutama menyangkut jumlah dan
kejadian hot spot. Atas dasar itulah,
berdasarkan Surat Perintah Kepala Pusat
Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi Penginderaan
Jau(No.: SPRINT/45/VII/03/BJ) dibentuklah Tim
Verifikasi dan Validasi Metode Pemantauan
Mitigasi Bencana Kebakaran Hutan (Hot Spot) dan Kekeringan.
Ditinjau dari sektor kesehatan,
strategi pengendalian dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan
sebagaimana tertuang dalam Kepmen Kesehatan RI no. 289/MENKES/SK/III/2003,
mencakup 3 (tiga) fase prosedur yaitu :
1.
Fase Prabencana
2.
Fase Bencana
3.
Fase Pascabencana Kebakaran Hutan
Sumber
akibat polusi udara dari kebakaran hutan merupakan kejadian alami, hal ini
mengakibatkan dampak yang sangat buruk bagi seluruh makluk hidup yag ada
disekitarnya. Pencemaran udara terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder.
Sebagai contoh salah satu senyawa yang aktif dalam polusi udara yaitu karbon
monoksida. Polusi udara juga berdampak bagi kesehatan makluk hidup diantaranya
manusia maupun hewan yang terdapat di hutan tersebut. Hingga saat ini di
Indonesia sering mengalami kebakaran hutan yang mengakibatkan polusi udara yang
ditimbulkannya.
Cara
menanggulagi pencemaran udara akibat kebakaran hutan:
Ø
Penghijauan dan reboisasi atau penanaman kembali pohon-pohon
Ø
Menghentikan pembakaran hutan secara terus-menerus
Ø
Membentuk gerakkan penghijauaan secara berkalah
Ø
Melakukan tebang pilih secara teratur
Ø
Jangan melakukan tindakan yang bisa merugikan seperti hutan
terbakar yang
dilekukan secara sengaja.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ø Definisi
Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan
dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan
yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya.
Ø Bahan polutan primer diantaranya adalah
bahan primer seperti hidrokarbon dan oksida, adalah bahan polutan primer,
karbon dioksida, senyawa sulpur oksida, senyawa nitrogen oksida dan dioksida. Kebakaran
hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan
lain-lain.
Ø Faktor
sosial budaya masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap adanya
kebakaran hutan.
Ø Ditinjau dari sektor kesehatan,
strategi pengendalian dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan
sebagaimana tertuang dalam Kepmen Kesehatan RI no. 289/MENKES/SK/III/2003,
mencakup 3 (tiga) fase prosedur yaitu : Fase Prabencana, Fase Bencana, Fase
Pascabencana Kebakaran Hutan.
B.
Pesan
Ø Mari menanggulagi pencemaran udara
akibat kebakaran hutan dengan cara Reboisasi, Menghentikan pembakaran hutan
secara terus-menerus, Melakukan tebang pilih secara teratur dan Jangan
melakukan tindakan yang bisa merugikan hidup kita sendiri.
Ø Kita harus siap siaga dalam menjaga hutan untuk mengurangi
dampak yang terjadi dari kebakaran hutan, sehingga kerugian terhadap kerusakan
alam dapat di minimalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
alamendah.wordpress.com/2009/09/15/ulang-tahun-kebakaran-hutan
Schweithelm,
J. dan D. Glover, 1999. Penyebab dan Dampak Kebakaran. Dalam
Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di
Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup
www.greenradio.fm/news/latest/5028-miliaran-rupiah-hilang-akibat-kebakaran-hutan-
No comments:
Post a Comment