Saturday 13 October 2012

Kebakaran Hutan



BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Kebakaran hutan merupakan proses yang paling dominan dalam kemampuannya menimbulkan polutan di samping juga proses atrisi dan penguapan. Karena dari pembakaran itulah akan meningkatkan bahan berupa substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai jumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi dan memberikan efek terhadap manusia, hewan, vegetasi dan material.
Dampak kebakaran yang sangat dirasakan manusia berupa kerugian ekonomis yaitu hilangnya manfaat dari potensi hutan seperti tegakan pohon hutan yang biasa digunakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan bahan bangunan, bahan makanan, dan obat-obatan, serta satwa untuk memenuhi kebutuhan akan protein hewani dan rekreasi. Kerugian lainnya berupa kerugian ekologis yaitu berkurangnya luas wilayah hutan, tidak tersedianya udara bersih yang dihasilkan vegetasi hutan serta hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan pencegah terjadinya erosi.
Dampak global dari kebakaran hutan dan lahan yang langsung dirasakan adalah pencemaran udara dari asap yang ditimbulkan mengakibatkan gangguan pernapasan dan mengganggu aktifitas sehari-hari. Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 – 1998 dan 2002 – 2005 menghasilkan asap yang juga dirasakan oleh masyarakat Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam serta mengancam terganggunya hubungan transportasi udara antar negara.
Kebakaran hutan dan lahan terjadi disebabkan oleh 2 (dua) faktor utama yaitu faktor alami dan faktor kegiatan manusia yang tidak terkontrol. Faktor alami antara lain oleh pengaruh El-Nino yang menyebabkan kemarau berkepanjangan sehingga tanaman menjadi kering. Tanaman kering merupakan bahan bakar potensial jika terkena percikan api yang berasal dari batubara yang muncul dipermukaan ataupun dari pembakaran lainnya baik disengaja maupun tidak disengaja. Hal tersebut menyebabkan terjadinya kebakaran bawah (ground fire) dan kebakaran permukaan (surface fire). Dua tipe kebakaran tersebut merusak semak belukar dan tumbuhan bawah hingga bahan organik yang berada di bawah lapisan serasah seperti humus, gambut, akar pohon ataupun kayu yang melapuk. Apabila lambat ditangani kebakaran dapat terjadi meluas sehingga menimbulkan kebakaran tajuk (crown fire) dimana kebakaran ini merusak tajuk pohon. Akan tetapi tipe kebakaran terakhir ini dapat terjadi juga karena adanya sembaran petir.
Faktor kegiatan manusia yang menyebabkan kebakaran hutan dan lahan antara lain adanya kegiatan pembuatan api unggun di dalam hutan, namun bara bekas api unggun tersebut tidak dipadamkan. Adanya kegiatan pembukaan lahan dengan teknik tebang-tebas-bakar yang tidak terkontrol, biasa dilakukan oleh perusahaan HTI dan peladang berpindah ataupun menetap. Pembakaran secara disengaja untuk mendapatkan lapangan penggembalaan atau tempat berburu, membuang puntung rokok yang menyala secara sembarangan serta akibat penggunaan peralatan/mesin yang menyebabkan timbulnya api.

B.       Tujuan

1.      Untuk mengetahui pengertian kebakaran hutan.
2.      Untuk mengetahui gas pencemar udara akibat kebakaran hutan.
3.      Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab kebakaran hutan.
4.      Untuk mengetahui dampak negative akibat kebakaran hutan.
5.      Untuk mengetahui strategi dan pengendalian kebakaran hutan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian

Definisi Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya.
Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari semakin tingginya tingkat tekanan terhadap sumber daya hutan. Dampak yang berkaitan dengan kebakaran hutan atau lahan adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, seperti terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah, dan air. Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekwensi, intensitas, dan luas arealnya berbeda.
Secara umum kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tiga faktor utama yaitu kondisi bahan bakar, cuaca, dan sosial budaya masyarakat. Kondisi bahan bakar yang rawan terhadap bahaya kebakaran adalah jumlahnya yang melimpah di lantai hutan, kadar airnya relatif rendah (kering), serta ketersediaan bahan bakar yang berkesinambungan. Faktor iklim berupa suhu, kelembaban, angin dan curah hujan turut menentukan kerawanan kebakaran. Suhu yang tinggi akibat penyinaran matahari langsung menyebabkan bahan bakar mengering dan mudah terbakar, kelembaban yang tinggi (pada hutan dengan vegetasi lebat) mengurangi peluang terjadinya kebakaran hutan, angin juga turut mempengaruhi proses pengeringan bahan bakar serta kecepatan menjalarnya api sedangkan curah hujan mempengaruhi besar kecilnya kadar air yang terkandung dalam bahan bakar.


B.       Bentuk Pencemar Udara
1.      Pencemar Udara Berbentuk Gas
Beberapa gas dengan jumlah melebihi batas toleransi lingkungan, dan masuk ke lingkungan udara, dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup. Pencemar udara yang berbentuk gas adalah karbon monoksida, senyawa belerang (SO2 dan H2S), seyawa nitrogen (NO2), dan (CFC).
Kadar CO2 yang terlampau tinggi di udara dapat menyebabkan suhu udara di permukaan bumi meningkat dan dapat mengganggu sistem pernapasan.. Gas SO2 dan H2S dapat bergabung dengan partikel air dan menyebabkan hujan asam. Keracunan NO2 dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan, kelumpuhan, dan kematian. Sementara itu, CFC dapat menyebabkan rusaknya lapian ozon di atmosfer.
2.    Pencemar Udara Berbentuk Partikel Cair atau Padat
Partikel yang mencemari udara terdapat dalam bentuk cair atau padat. Partikel dalam bentuk cair berupa titik-titik air atau kabut. Kabut dapat menyebabkan sesak napas jika terhiap ke dalam paru-paru.
Partikel dalam bentuk padat dapat berupa debu atau abu vulkanik. Selain itu, dapat juga berasal dari makhluk hidup, misalnya bakteri, spora, virus, serbuk sari, atau serangga-serangga yang telah mati. Partikel-partikel tersebut merupakan sumber penyakit yang dapat mengganggu kesehatan manusia.

C.      Kebakaran Hutan di Indonesia

Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai karena didalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Karena itu pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam UUD 45, UU No. 5 tahun 1990, UU No 23 tahun 1997, UU No. 41 tahun 1999, PP No 28 tahun 1985 dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat.
Kerusakan hutan telah meningkatkan emisi karbon hampir 20 %. Ini sangat signifikan karena karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca yang berimplikasi pada kecenderungan pemanasan global. Salju dan penutupan es telah menurun, suhu lautan dalam telah meningkat dan level permukaan lautan meningkat 100-200 mm selama abad yang terakhir. Bila laju yang sekarang berlanjut, para pakar memprediksi bumi secara rata-rata 1oC akan lebih panas menjelang tahun 2025. Peningkatan permukaan air laut dapat menenggelamkan banyak wilayah. Kondisi cuaca yang ekstrim yang menyebabkan kekeringan, banjir dan taufan, serta distribusi organisme penyebab penyakit diprediksinya dapat terjadi.
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Gangguan asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara.
Berbagai upaya pencegahan dan perlindungan kebakaran hutan telah dilakukan termasuk mengefektifkan perangkat hukum (undang-undang, PP, dan SK Menteri sampai Dirjen), namun belum memberikan hasil yang optimal. Sejak kebakaran hutan yang cukup besar tahun 1982/83 di Kalimantan Timur, intensitas kebakaran hutan makin sering terjadi dan sebarannya makin meluas. Tercatat beberapa kebakaran cukup besar berikutnya yaitu tahun 1987, 1991, 1994 dan 1997 hingga 2003. Oleh karena itu perlu pengkajian yang mendalam untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan.

D.      Polusi Udara Akibat Kebakaran Hutan

Pencemaran udara yang disebabkan dari kebakaran hutan, yang mendapatkan beberapa dampak yang sangat merugikan bagi seluruh makluk hidup yang ada disekitarnya. Dapat manggangu kesehatan, estetika, kenyaman maupun merusak properti. Penyebab kebakaran hutan sebagian dari kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab, maupun dari keadaan alam yang bisa menyebabkan kebakaran hutan yang menjadikan polusi diudara. Sifat alami udara mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal,regional,maupun global.
Salah satu penyebab polusi udara di Indonesia saat ini adalah seringnya terjadi kebakaran hutan. Kebakaran hutan yang sering terjadi adalah di hutan-hutan. Kebakaran hutan merupakan bencana yang setiap tahun terus terjadi. Kebakaran hutan skala besar adalah fenomena yang menjadi sebuah kecenderungan yang rutin dalam 20 tahun terakhir.
Polusi adalah masuknya makluk hidup, zat energi, atau komponen lain dalam lingkungan atau perubahan tatatnan lingkungan oleh kegiatan manusia.Pencemar udara dapat berupa gas dan partikel. Contohnya, gas H2S, https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEim3G_gYnEgDhjB1R2uJAWuN_oF5AkIUKLxSGxpANQwMkMvufsPiN-FQQ2ptiEyTUxBqrOwuNzfHBH2J4qWgho770CRXi1a8mjNsHsWBwUoFqwy87Qjhj8vXT4xdaa1oQCq8zkCCWFUIg/s320/IMG_6012.JPGGas CO, CO 2’ dan batu bara.Sebab itu sangatlah merugikan bagi semuannya. 
Sumber polusi udara dibagi menjadi dua yaitu pencemaran primer dan pencemaran sekunder. Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan langsung dari sumber pencemaran udara. Karbon monoksida adalah sebuah contoh dari pencemar udara primer karena ia merupakan hasil dari pembakaran. Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari reaksi pencemar-pencemar primer di  atmosfer. Pembentukan  ozon  dalam smog fotokimia adalah sebuah contoh dari pencemaran udara sekunder.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/13/Wildfire-ISS007_Mosaic2.jpgBeberapa bahan polutan yang mencemari udara diantaranya bahan polutan primer diantaranya adalah bahan primer seperti hidrokarbon dan oksida, adalah bahan polutan primer, karbon dioksida, senyawa sulpur oksida, senyawa nitrogen oksida dan dioksida. Adapun polutan bentuk partikel berupa asap karbon yang sangat halus bercampur debu dari proses pemecahan suatu bahan.
Polusi udara melanda di kota-kota sekitar hutan. Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain. Dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia.Berikut ini beberapa mekanisme biologis bagaimana polutan udara mencetuskan gejala penyakit. 
1.      Modifasi ikatan kovalen terhadap protein penting intraseluler seperti enzim bekerja pada tubuh.
2.      Komponen biologis menginduksi inflamasi dan gangguan system imunitas.
3.      Stimulasi sistem saraf otonom dan nosioreseptor mengatur kerja jantung dan saluran napas.
4.      Efek adjuvant terhadap sistem imunitas tubuh.
5.      Efek procoagulant dapat mengganggu sirkulassi darah dan penyebaran polutan ke seluruh tubuh.
6.      Menurunnya sistem pertahanan tubuh normal.
7.      Terjadinya radang pada paru-paru
8.      Terbentuk radikal bebas
Namun sebagian besar polusi udara terfokuskan pada efek akibat terhirup melalui saluran pernapassan mengingat saluran napas merupan pintu utama masuknya polutan udara kedalam tubuh. 
Atas dasar hal tersebut, jadi jelas-jelas bahwa akibat adanya kebakaran hutan akan menghasilkan polusi udara. Ada beberapa bahan polutan dari pembakaran yang dapat mencemari udara, diantaranya adalah bahan polutan primer, seperti: hidrokarbon dan karbon oksida, karbon dioksida, senyawa sulphur oksida, senyawa nitrogen oksida dan nitrogen dioksida. Adapun polutan berbentuk partikel adalah asap berupa partikel karbon yang sangat halus bercampur dengan debu hasil dari proses pemecahan suatu bahan.
http://jurnalingkungan.files.wordpress.com/2010/02/kebakaran-hutan.jpg?w=300&h=157&h=157




E.       Faktor Penyebab Kebakaran Hutan

Faktor sosial budaya masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap adanya kebakaran hutan. Beberapa faktor penyebab kebakaran hutan antara lain :

1.      Penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan Masyarakat di sekitar kawasan hutan seringkali menggunakan api untuk persiapan lahan, baik untuk membuat lahan pertanian maupun perkebunan seperti kopi dan coklat. Perbedaan biaya produksi yang tinggi menjadi satu faktor pendorong penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan. Metode penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan dilakukan karena murah dari segi biaya dan efektif dari segi waktu dan hasil yang dicapai cukup memuaskan. 

2.            Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan
Berbagai konflik sosial sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat sekitar kawasan hutan. Konflik yang dialami terutama masalah konflik atas system pengelolaan hutan yang tidak memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak puas sebagian masyarakat atas pengelolaan hutan bisa memicu masyarakat untuk bertindak anarkis tanpa memperhitungkan kaidah konservasi maupun hukum yang ada. Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat akan fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam mengelola hutan yang cenderung desdruktif.

3.             
4.      Pembalakan liar atau illegal logging
Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging lebih banyak menghasilkan lahan-lahan kritis dengan tingkat kerawanan kebakaran yang tinggi. Seringkali, api yang tidak terkendali secara mudah merambat ke areal hutan-hutan kritis tersebut. Kegiatan pembalakan liar atau illegal logging seringkali meninggalkan bahan bakar (daun, cabang, dan ranting) yang semakin lama semakin bertambah dan menumpuk dalam kawasan hutan yang dalam musim kemarau akan mengering dan sangat bepotensi sebagai penyebab kebakaran hutan.

5.      Kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak (HMT)

Kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan tidak lepas dari ternak dan penggembalaan. Ternak (terutama sapi) menjadisalah satu bentuk usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Kebutuhan akan HMT dan areal penggembalaan merupakan salah satu hal yang harus dipenuhi. Untuk mendapatkan rumput dengan kualitas yang bagus dan mempunyai tingkat palatabilitas yang tinggi biasanya masyarakat membakar kawasan padang rumput yang sudah tidak produktif. Setelah areal padang rumput terbakar akan tumbuh rumput baru yang kualitasnya lebih bagus dan kandungan gizinya tinggi.

6.      Perambahan hutan

Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen penyebab kebakaran hutan adalah migrasi penduduk dalam kawasan hutan (perambah hutan). Disadari atau tidak bahwa semakin lama, kebutuhan hidup masyarakat akan semakin meningkat seiring semakin bertambahnya jumlah keluarga dan semakin kompleknya kebutuhan hidup. Hal tersebut menuntut penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar hasil pertanian mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.

7.      Sebab lain

Sebab lain yang bisa menjadi pemicu terjainya kebakaran adalah faktor kurangnya kesadaran masyarakat terhadap bahaya api. Biasanya bentuk kegiatan yang menjadi penyebab adalah ketidaksengajaan dari pelaku. Misalnya masyarakat mempunyai interaksi yang tinggi dengan hutan. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah kebiasaan penduduk mengambil rotan yang biasanya sambil bekerja mereka menyalakan rokok. Dengan tidak sadar mereka membuang puntung rokok dalam kawasan hutan yang mempunyai potensi bahan bakar melimpah sehingga memungkinkan terjadi kebakaran. 

F.       Dampak Kebakaran Hutan

Dampak yang ditimbulkan kebakaran hutan ternyata sangat kompleks. Kebakaran hutan tidak hanya berdampak terhadap ekologi dan mengakibatkan kerusakan lingkungan saja. Namun dampak dari kebakaran hutan ternyata mencakup bidang-bidang lain.
Menurut Rully Syumanda (2003), menyebutkan ada 4 aspek yang terindikasi sebagai dampak dari kebakaran hutan. Keempat dampak tersebut mencakup dampak terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi, dampak terhadap ekologis dan kerusakan lingkungan, dampak terhadap hubungan antar negara, serta dampak terhadap perhubungan dan pariwisata.
1.      Dampak Terhadap Sosial, Budaya, dan Ekonomi. Kebakaran hutan memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi yang diantaranya meliputi:
a.       Terganggunya aktivitas sehari-hari; Asap yang diakibatkan oleh kebakaran hutan secara otomatis mengganggu aktivitas manusia sehari-hari, apalagi bagi yang aktivitasnya dilakukan di luar ruangan.
b.      Menurunnya produktivitas; Terganggunya aktivitas manusia akibat kebakaran hutan dapat mempengaruhi produktivitas dan penghasilan.
c.       Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan; Selain itu, bagi masyarakat yang menggantungkan hidup dari mengolah hasil hutan, dengan terbakarnya hutan berarti hilang pula area kerja (mata pencarian).
d.      Meningkatnya hama; Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak keseimbangan alam sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu, terbakarnya hutan akan membuat sebagian binatang kehilangan habitat yang kemudian memaksa mereka untuk keluar dari hutan dan menjadi hama seperti gajahmonyet, dan binatang lain.
e.       Terganggunya kesehatan; Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi mata, dan lain-lain.
f.       Tersedotnya anggaran negara; Setiap tahunnya diperlukan biaya yang besar untuk menangani (menghentikan) kebakaran hutan. Pun untuk merehabilitasi hutan yang terbakar serta berbagai dampak lain semisal kesehatan masyarakat dan bencana alam yang diambilkan dari kas negara.
g.      Menurunnya devisa negara. Hutan telah menjadi salah satu sumber devisa negara baik dari kayu maupun produk-produk non kayu lainnya, termasuk pariwisata. Dengan terbakarnya hutan sumber devisa akan musnah. Selain itu, menurunnya produktivitas akibat kebakaran hutan pun pada akhirnya berpengaruh pada devisa negara.

2.      Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan. Kebakaran hutan memberikan dampak langsung terhadap ekologi dan lingkungan yang diantaranya adalah:
a.       Hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora, kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Bebrabagai spesies endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan.
b.      Erosi; Hutan dengan tanamannya berfungsi sebagai penahan erosi. Ketika tanaman musnah akibat kebakaran hutan akan menyisakan lahan hutan yang mudah terkena erosi baik oleh air hujan bahkan angin sekalipun.
c.       Alih fungsi hutan; Kawasan hutan yang terbakar membutuhkan waktu yang lama untuk kembali menjadi hutan. Bahkan sering kali hutan mengalami perubahan peruntukan menjadi perkebunan.
d.      Penurunan kualitas air; Salah satu fungsi ekologis hutan adalah dalam daur hidrologis. Terbakarnya hutan memberikan dampak hilangnya kemampuan hutan menyerap dan menyimpan air hujan.
e.       Pemanasan global; Kebakaran hutan menghasilkan asap dan gas CO2 dan gas lainnya. Selain itu, dengan terbakarnya hutan akan menurunkan kemampuan hutan sebagai penyimpan karbon. Keduanya      berpengaruh besar pada perubahan iklim dan pemansan global.
f.       Sendimentasi sungai; Debu dan sisa pembakaran yang terbawa erosi akan mengendap di sungai dan menimbulkan pendangkalan.
g.      Meningkatnya bencana alam; Terganggunya fungsi ekologi hutan akibat kebakaran hutan membuat intensitas bencana alam (banjir, tanah longsor, dan kekeringan) meningkat.

3.      Dampak Terhadap Hubungan AntarnegaraAsap hasil kebakaran hutan menjadi masalah serius bukan hanya di daerah sekitar hutan saja. Asap terbawa angin hingga ke daerah lain bahkan mencapai berbagai negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
4.      Dampak Terhadap Perhubungan dan Pariwisata. Kebakaran hutan pun berdampak pada pariwisata baik secara langsung ataupun tidak. Dampaknya seperti ditutupnya obyek wisata hutan dan berbagai sarana pendukungnya, terganggunya transportasi, terutama transportasi udara. Kesemunya berakibat pada penurunan tingkat wisatawan secara nasional.
http://jurnalingkungan.files.wordpress.com/2010/02/hewan-mati-kebakaran-hutan.jpg?w=300&h=200&h=200Mengingat sedemikian kompleknya dampak yang diakibatkan oleh kebakaran hutan sudah selayaknya kita semua mewaspadai. Sekalipun tinggal jauh dari hutan, menumbuhkan kesadaran akan bahaya kebakaran hutan mungkin salah satunya.








Contoh dampak kebakaran hutan

G.      Strategi dan Pengendalian Kebakaran Hutan

Dalam skala nasional isyu kebakaran hutan mendapat perhatian dari pemerintah antara lain dengan adanya Brigade Kebakaran Hutan (Manggala Agni/GALAAG) dibawah kendali Ditjen PHKA-Dephut RI Pada  tahun  1998,  CIFOR,  the  International  Centre  for  Research  in Agroforestry (ICRAF) dan the United States Forest Service, dengan tambahan dana  dari  Uni  Eropa,  memulai  studi  multi  disiplin  yang  difokuskan  pada delapan  lokasi  rentan  kebakaran  di  Sumatra  dan  Kalimantan,  untuk menentukan  mengapa  kebakaran  bisa  terjadi,  siapa  yang  bertanggung jawab,  bagaimana  cara  api menyebar  dan  jenis  habitat mana  yang  paling berisiko (CIFOR,2001).
Pada skala regional, Taconi   (2003) mengatakan bahwa di   Asia Tenggara keprihatinan  mengenai  dampak  kebakaran  hutan  cukup  signifikan,  yang ditunjukkan  dengan  penandatanganan  Perjanjian  Lintas Batas  Pencemaran Kabut oleh negara-negara anggota Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pada bulan Juni 2002 di Kuala Lumpur.
Di samping  LAPAN,  saat  ini  banyak  stasiun  bumi  dibangun  dan menyediakan  informasi  serupa  (misalnya  satelit  NOAA).  Namun  dalam perjalanannya  ternyata terdapat perbedaan-perbedaan antara  informasi dari LAPAN  dengan  dari  penyedia  informasi  lain.  Perbedaan  yang  dimaksud terutama  menyangkut  jumlah  dan  kejadian  hot  spot.  Atas  dasar  itulah, berdasarkan  Surat  Perintah  Kepala  Pusat  Pengembangan  Pemanfaatan  dan Teknologi  Penginderaan  Jau(No.:  SPRINT/45/VII/03/BJ)  dibentuklah  Tim Verifikasi  dan  Validasi  Metode  Pemantauan  Mitigasi  Bencana  Kebakaran Hutan (Hot Spot) dan Kekeringan.
Ditinjau dari sektor kesehatan, strategi pengendalian dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan sebagaimana tertuang dalam Kepmen Kesehatan RI no. 289/MENKES/SK/III/2003, mencakup 3 (tiga) fase prosedur yaitu :

1.      Fase Prabencana
2.      Fase Bencana
3.      Fase Pascabencana Kebakaran Hutan

Sumber akibat polusi udara dari kebakaran hutan merupakan kejadian alami, hal ini mengakibatkan dampak yang sangat buruk bagi seluruh makluk hidup yag ada disekitarnya. Pencemaran udara terbagi menjadi dua yaitu primer dan sekunder. Sebagai contoh salah satu senyawa yang aktif dalam polusi udara yaitu karbon monoksida. Polusi udara juga berdampak bagi kesehatan makluk hidup diantaranya manusia maupun hewan yang terdapat di hutan tersebut. Hingga saat ini di Indonesia sering mengalami kebakaran hutan yang mengakibatkan polusi udara yang ditimbulkannya.
Cara menanggulagi pencemaran udara akibat kebakaran hutan:
Ø  Penghijauan dan reboisasi atau penanaman kembali pohon-pohon
Ø  Menghentikan pembakaran hutan secara terus-menerus
Ø  Membentuk gerakkan penghijauaan secara berkalah
Ø  Melakukan tebang pilih secara teratur
Ø  Jangan melakukan tindakan yang bisa merugikan seperti hutan terbakar yang
    dilekukan secara sengaja.


BAB III
PENUTUP

A.                Kesimpulan

Ø  Definisi Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya.
Ø  Bahan polutan primer diantaranya adalah bahan primer seperti hidrokarbon dan oksida, adalah bahan polutan primer, karbon dioksida, senyawa sulpur oksida, senyawa nitrogen oksida dan dioksida. Kebakaran hutan berakibat pada pencemaran udara oleh debu, gas SOx, NOx, COx, dan lain-lain.
Ø  Faktor sosial budaya masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap adanya kebakaran hutan.
Ø  Ditinjau dari sektor kesehatan, strategi pengendalian dampak pencemaran udara akibat kebakaran hutan sebagaimana tertuang dalam Kepmen Kesehatan RI no. 289/MENKES/SK/III/2003, mencakup 3 (tiga) fase prosedur yaitu : Fase Prabencana, Fase Bencana, Fase Pascabencana Kebakaran Hutan.

B.                 Pesan

Ø  Mari menanggulagi pencemaran udara akibat kebakaran hutan dengan cara Reboisasi, Menghentikan pembakaran hutan secara terus-menerus, Melakukan tebang pilih secara teratur dan Jangan melakukan tindakan yang bisa merugikan hidup kita sendiri.
Ø  Kita harus siap siaga dalam menjaga hutan untuk mengurangi dampak yang terjadi dari kebakaran hutan, sehingga kerugian terhadap kerusakan alam dapat di minimalisasi.
DAFTAR PUSTAKA

alamendah.wordpress.com/2009/09/15/ulang-tahun-kebakaran-hutan
Schweithelm, J. dan D. Glover,  1999.  Penyebab dan Dampak Kebakaran. Dalam Mahalnya Harga Sebuah Bencana: Kerugian Lingkungan Akibat Kebakaran dan Asap di Indonesia. Editor: D. Glover & T. Jessup
www.greenradio.fm/news/latest/5028-miliaran-rupiah-hilang-akibat-kebakaran-hutan-