Wednesday 20 June 2012

Pestisida Organophosfat


PESTISIDA ORGANOPHOSFAT
Muhammad Rusdi

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Pestisida (sida, cide = racun) sampai kini masih merupakan salah satu cara utama yang digunakan dalam pengendalian hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.
            Di Indonesia pestisida banyak digunakan baik dalam bidang pertanian maupun kesehatan. Di bidang pertanian pemakaian pestisida dimaksudkan untuk meningkatkan produksi pangan. Banyaknya frekuensi serta intensitas hama dan penyakit mendorong petani semakin tidak bisa menghindari pestisida. Di bidang kesehatan, penggunaan pestisida merupakan salah satu cara dalam pengendalian vektor penyakit. Pengguaan pestisida dalam pengendalian vektor penyakit sangat efektif diterapkan terutama jika populasi vektor penyakit sangat tinggi atau untuk menangani kasus yang sangat menghawatirkan penyebarannya.
            Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target organisme), tetatpi pada praktiknya pemakian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia.
            Petani merupakan kelompok kerja terbesar di Indonesia. Meski ada kecenderungan semakin menurun, angkatan kerja yang bekerja pada sektor pertanian, masih berjumlah sekitar 40% dari angkatan kerja. Banyak wilayah Kabupaten di Indonesia yang mengandalkan pertanian, termasuk perkebunan sebagai sumber Penghasilan Utama Daerah (PAD).
            Untuk meningkatkan hasil pertanian yang optimal, dalam paket intensifikasi pertanian diterapkan berbagai teknologi, antara lain penggunan agrokimia (bahan kimia sintetik). Penggunaan agrokimia, diperkenalkan secara besar-besaran (massive) menggantikan kebiasan atau teknologi lama, baik dalam hal pengendalian hama maupun pemupukan tanaman.
            Pola penggunaan agrokimia khususnya pestisida beberapa petani hortikultura tidak terkendali. Para petani cederung memakai pestisida bukan atas dasar indikasi untuk pengendalian hama namun mereka menjalankan cara cover blanket system yaitu ada ataupun tidak adanya hama, tanaman tetap disemprot dengan pestisida.
            Penggunaan pestisida yang tidak terkendali akan berakibat pada kesehatan petani itu sendiri dan lingkungan pada umumnya.. Hingga tahun 2000 penelitian terhadap para pekerja atau penduduk yang memiliki riwayat kontak pestisida, banyak sekali dilakukan. Dari berbagai penelitian tersebut diperoleh gambaran prevalensi keracunan tingkat sedang hingga berat disebabkan pekerjaan, yaitu antara 8,5% sampai 50 %. Dengan demikian, dapat diperkirakan prevalensi angka xvi keracunan tingkat sedang pada para petani bisa mencapai angka puluhan juta pada musim penyemprotan.
            Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat antara lain umur, jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, pendidikan, pemakaian Alat Pelindung Diri, status gizi dan praktek penanganan pestisida. Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah penyimpanan pestisida, pencampuran pestisida, penggunaan pestisida dan pasca penggunaanpestisida.
            Pestisida golongan sintetik yang banyak digunakan petani di Indonesia adalah golongan organofosfat. Dampak penggunaan pestisida sering ditemui keluhan antara lain muntah-muntah, ludah terasa lebih banyak, mencret, gejala ini dianggap oleh petani sebagai sakit biasa. Beberapa efek kronis akibat dari keracunan pestisida adalah berat badan menurun, anorexia, anemia, tremor, sakit kepala, pusing, gelisah, gangguan psikologis, sakit dada dan lekas marah. Pestisida organofosfat yang masuk ke dalam tubuh manusia mempengaruhi fungsi syaraf dengan jalan menghambat kerja enzim kholinesterase, suatu bahan kimia esensial dalam menghantarkan impuls sepanjang serabut syaraf.
            Pestisida organofosfat masuk ke dalam tubuh, melalui alat pencernaan atau digesti, saluran pernafasan atau inhalasi dan melalui permukaan kulit yang tidak terlindungi atau penetrasi. Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai berikut ; 75% - 100% katagori normal; 50% - < 75% katagori keracunan ringan; 25% - <50% katagori keracunan sedang; 0% - <25% katagori keracunan berat.
            Keluarga petani merupakan orang yang mempunyai risiko keracunan pestisida, hal ini karena selalu kontak dengan petani penyemprot, tempat penyimpanan pestisida, peralatan aplikasi pestisida, yang dapat menimbulkan kontaminasi pada air, makanan dan peralatan yang ada di rumah. Keracunan terjadi disebabkan kurang mengertinya keluarga petani akan bahaya pestisida, masih banyaknya petani yang menggunakan pestisida yang kurang memperhatikan dan megikuti cara-cara penangganan yang baik dan aman, sehingga dapat membahayakan pada keluarga petani.



















B. Rumusan Masalah
            Pekerjaan sebagai petani tidak mungkin terpisah dari penggunaan pestisida dalam mengendalikan populasi hama. Dimana ada kecenderungan para petani menggunakan pestisida secara terus menerus dengan frekuensi tinggi, bahkan tidak jarang kurang memperhatikan aturan pemakaiannya. Keluarga petani merupakan orang yang mempunyai risiko keracunan pestisida, hal ini karena selalu kontak dengan petani penyemprot, tempat penyimpanan pesticida, peralatan aplikasi pestisida sesudah aplikasi yang dapat menimbulkan kontaminasi pada air, makanan dan peralatan yang ada di rumah.
            Menurut laporan tahun 2006 kegiatan pemeriksaan aktifitas kholinesterase pada petani dengan jumlah sampel yang diperiksa 50 orang menunjukan 98 % keracunan dengan rincian keracunan berat 16 %, keracunan sedang 48%, keracunan ringan 34% dan normal 2%.
            Hal ini diduga kuat ada pengaruh pada aspek penggunaan (teknik aplikasi), aspek manusia pekerja itu sendiri seperti pendidikan, ketrampilan, perilaku, umur, tinggi tanaman yang disemprot, pakaian pelindung arah dan kecepatan angin dan lain-lain. Sedangkan fase kritis yang harus diperhatikan adalah pencampuran, penggunaan dan pasca penyemprotan dalam pencegahan dan
pengendaliaan kejadian keracunan yang dapat membahayakan bagi keluarganya.
Rumusan permasalahan yang diambil dari keterangan tersebut yaitu gejala keracunan pestisida golongan organofosfat dan faktor-faktor resiko keracunan pestisida golongan organofosfat serta cara pencegahannya.










BAB II
PESTISIDA
( ORGANOFOSFAT )

A.   Pestisida
            Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama..Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001). USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu.
            Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam Kementrian Pertanian (2011) dan Permenkes RI
No.258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1.      Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2.      Memberantas rerumputan
3.      Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan
4.      Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak
5.      Memberantas atau mencegah hama-hama air
6.      Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian
7.      Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air.

            Menurut PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
            Sementara itu, The United States Environmental Control Act dalam Runia (2008) mendefinisikan pestisida sebagai berikut :
1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
            Menurut Depkes (2004) dalam Rustia (2009), pestisida kesehatan masyarakat adalah pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk sarana nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan. Pestisida terbatas adalah pestisida yang karena sifatnya (fisik dan kimia) dan atau karena daya racunnya, dinilai sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan lingkungan, oleh karenanya hanya diizinkan untuk diedarkan, disimpan dan digunakan secara terbatas.
         Pestisida adalah subtansi yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Kata pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan cida yang berarti pembunuh. Jadi secara sederhana pestisida diartikan sebagai pembunuh hama yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi, bakteri, virus, nematode, siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut Permenkes RI, No.258/Menkes/Per/III/1992 Semua zat kimia/bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk membrantas atau mencegah hama-hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil pertanian, memberantas gulma, mengatur/merangsang pertumbuhan tanaman tidak termasuk pupuk, mematikan dan mencegah hama-hama liar pada hewanhewan piaraan dan ternak, mencegah/memberantas hama-hama air, memberantas/mencegah binatang-binatang dan jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat angkutan, memberantas dan mencegah binatang-binatang termasuk serangga yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
            Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan jasad sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya, asal dan sifat kimia, berdasarkan bentuknya dan pengaruh fisiologisnya.
1.      Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran
Menurut Kementrian Pertanian (2011), ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:
a.       Akarisida, berasal dari kata akari, yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut Mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu. Contohnya Kelthene MF dan Trithion 4 E.
b.      Algasida, berasal dari kata alga, bahasa latinnya berarti ganggang laut, berfungsi untuk membunuh algae. Contohnya Dimanin.
c.       Alvisida, berasal dari kata avis, bahasa latinnya berarti burung, fungsinya sebagai pembunuh atau penolak burung. Contohnya Avitrol untuk burung kakaktua.
d.      Bakterisida, Berasal dari katya latin bacterium, atau kata Yunani bakron, berfungsi untuk membunuh bakteri. Contohnya Agrept, Agrimycin, Bacticin, Tetracyclin, Trichlorophenol Streptomycin.
e.        Fungsida, berasal dari kata latin fungus, atau kata Yunani spongos yang artinya jamur, berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan. Dapat bersifat fungitoksik (membunuh cendawan) atau fungistatik (menekan pertumbuhan cendawan). Contohnya Benlate, Dithane M-45 80P, Antracol 70 WP, Cupravit OB 21, Delsene MX 200, Dimatan 50 WP.
f.       Herbisida, berasal dari kata lain herba, artinya tanaman setahun, berfungsi untuk membunuh gulma. Contohnya Gramoxone, Basta 200 AS, Basfapon 85 SP, Esteron 45 P
g.      Insektisida, berasal dari kata latin insectum, artinya potongan, keratan segmen tubuh, berfungsi untuk membunuh serangga. Contohnya Lebaycid, Lirocide 650 EC, Thiodan, Sevin, Sevidan 70 WP, Tamaron.
h.      Molluskisida, berasal dari kata Yunani molluscus, artinya berselubung tipis atau lembek, berfungsi untuk membunuh siput. Contohnya Morestan, PLP, Brestan 60.
i.        Nematisida, berasal dari kata latin nematoda, atau bahasa Yunani nema berarti benang, berfungsi untuk membunuh nematoda. Contohnya Nemacur, Furadan, Basamid G, Temik 10 G, Vydate.
j.        Ovisida, berasal dari kata latin ovum berarti telur, berfungsi untuk merusak telur.
k.      Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis, berarti kutu, tuma, berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.
l.        Piscisida, berasal dari kata Yunani Piscis, berarti ikan, berfungsi untuk membunuh ikan. Contohnya Sqousin untuk Cypirinidae, Chemish 5 EC.
m.    Predisida, berasal dari kata Yunani Praeda berarti pemangsa, berfungsi sebagai pembunuh predator.
n.      Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodere, berarti pengerat berfungsi untuk membunuh binatang pengerat. Contohnya Dipachin 110, Klerat RMB, Racumin, Ratikus RB, Ratilan, Ratak, Gisorin.
o.      Termisida, berasal dari kata Yunani termes, artinya serangga pelubang kayu berfungsi untuk membunuh rayap. Contohnya Agrolene 26 WP, Chlordane 960 EC, Sevidol 20/20 WP, Lindamul 10 EC, Difusol CB.
p.      Silvisida, berasal dari kata latin silva berarti hutan, berfungsi untuk membunuh pohon atau pembersih pohon.
q.      Larvasida, berasal dari kata Yunani lar, berfungsi membunuh ulat (larva). Contohnya Fenthion, Dipel (Thuricide).

2.      Pestisida berdasarkan cara kerjanya
            Dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu (Soemirat, 2005):
a.       Racun perut
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida. Pestisida yang termasuk golongan ini pada umumnya dipakai untuk membasmi serangga-serangga pengunyah, penjilat dan penggigit. Daya bunuhnya melalui perut. Contoh: Diazinon 60 EC.
b.      Racun kontak
Berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena pestisida. Organisme tersebut terkena pestisida secara kontak langsung atau bersinggungan dengan residu yang terdapat di permukaan yang terkena pestisida. Contoh: Mipcin 50 WP.
c.       Racun gas
Berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas. Jenis racun yang disebut juga fumigant ini digunakan terbatas pada ruangan ruangan tertutup.
3.      Pestisida Berdasarkan Struktur Kimia
  Menurut Pohan, jika dilihat dari segi struktur kimianya, pestisida dibagi atas:
a.       Orgahochlorine
Pestisida jenis ini mengandung unsur-unsur Carbon, Hidrogen, dan Chlorine. Misal : DDT
b.      Orgahoposphate
Pestisida yang mengandung unsur : P, C, H misal : tetra ethyl phyro posphate (TEPP )
c.       Carbamate
Pestisida yang mengandung gugus Carbamate. Misal : Baygon, Sevin dan Isolan.
d.      Lain-Lain
Diluar ketiga jenis diatas, pestisida ini mengandung senyawa organik, serychin,  senyawa sulphur organik dan dinytrophenol.
Sedangkan menurut Dep.Kes RI Dirjen P2M dan PL 2000 dalam Diana, berdasarkan struktur kimianya pestisida dapat digolongkan menjadi :
a.       Golongan organochlorin
Pestisida organochlorin misalnya DDT, Dieldrin, Endrin dan lain-lain. Umumnya golongan ini mempunyai sifat: merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat larut dalam lemak.
b.      Golongan organophosfat
Pestisida organophosfat misalnya diazonin dan basudin. Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut : merupakan racun yang tidak selektif degradasinya berlangsung lebih cepat atau kurang persisten di lingkungan, menimbulkan resisten pada berbagai serangga dan memusnahkan populasi predator dan serangga parasit, lebih toksik terhadap manusia dari pada organokhlor.
c.       Golongan carbamat termasuk baygon, bayrusil, dan lain-lain.
Golongan ini mempunyai sifat sebagai berikut : mirip dengan sifat pestisida organophosfat, tidak terakumulasi dalam sistem kehidupan, degradasi tetap cepat diturunkan dan dieliminasi namun pestisida ini aman untuk hewan, tetapi toksik yang kuat untuk tawon.
d.      Senyawa dinitrofenol misalnya morocidho 40EC.
Salah satu pernafasan dalam sel hidup melalui proses pengubahan ADP (Adenesone-5-diphosphate) dengan bantuan energi sesuai dengankebutuhan dan diperoleh dari rangkaian pengaliran elektronik potensial tinggi ke yang lebih rendah sampai dengan reaksi proton dengan oksigen dalam sel. Berperan memacu proses pernafasan sehingga energi berlebihan dari yang diperlukan akibatnya menimbulkan proses kerusakan jaringan.
e.       Pyretroid
Salah satu insektisida tertua di dunia, merupakan campuran dari beberapa ester yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum. Jenis pyretroid yang relatif stabil terhadap sinar matahari adalah : deltametrin, permetrin, fenvalerate. Sedangkan jenis pyretroid yang sintetis yang stabil terhadap sinar matahari dan sangat beracun bagi serangga adalah : difetrin, sipermetrin, fluvalinate, siflutrin, fenpropatrin, tralometrin, sihalometrin, flusitrinate.
f.       Fumigant
Fumigant adalah senyawa atau campuran yang menghasilkan gas atau uap atau asap untuk membunuh serangga , cacing, bakteri, dan tikus. Biasanya fumigant merupakan cairan atau zat padat yang murah menguap atau menghasilkan gas yang mengandung halogen yang radikal (Cl, Br, F), misalnya chlorofikrin, ethylendibromide, naftalene, metylbromide, formaldehid, fostin.
g.      Petroleum
Minyak bumi yang dipakai sebagai insektisida dan miksida. Minyak tanah yang juga digunakan sebagai herbisida.
h.      Antibiotik
Misalnya senyawa kimia seperti penicillin yang dihasilkan dari mikroorganisme ini mempunyai efek sebagai bakterisida dan fungisida.





















B.   Pestisida Golongan Organofosfat
 Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
 Senyawa Organofospat merupakan penghambat yang kuat dari enzim cholinesterase pada syaraf. Asetyl cholin berakumulasi pada persimpangan persimpangan syaraf (neural jungstion) yang disebabkan oleh aktivitas cholinesterase dan menghalangi penyampaian rangsangan syaraf kelenjar dan otot-otot. Golongan ini sangat toksik untuk hewan bertulang belakang.Organofosfat disintesis pertama kali di Jerman pada awal perang dunia ke-II.
 Bahan tersebut digunakan untuk gas syaraf sesuai dengan tujuannya sebagai insektisida. Pada awal sintesisinya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida tetapi juga toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang tersebut dan ditemukan komponen yang paten terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia (misalnya : malathion).
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi diperlukan beberapa milligram untuk dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa. Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah. Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu ± 2 minggu.
Pestisida yang termasuk dalam golongan organofosfat antara lain:
a.       Asefat
Diperkenalkan pada tahun 1972. Asefat berspektrum luas untuk mengendalikan hama-hama penusuk-penghisap dan pengunyah seperti aphids, thrips, larva Lepidoptera (termasuk ulat tanah), penggorok daun dan wereng. LD50 (tikus) sekitar 1.030 – 1.147 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 10.000 mg/kg menyebabkan iritasi ringan pada kulit (kelinci).
b.      Kadusafos
Merupakan insektisida dan nematisida racun kontak dan racun perut. LD50 (tikus) sekitar 37,1 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 24,4 mg/kg tidak menyebabkan iritasi kulit dan tidak menyebabkan iritasi pada mata.
c.       Klorfenvinfos
Diumumkan pada tahun 1962. Insektisida ini bersifat nonsistemik serta bekerja sebagai racun kontak dan racun perut dengan efek residu yang panjang. LD50 (tikus) sekitar 10 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 31 – 108 mg/kg.
d.      Klorpirifos
Merupakan insektisida non-sistemik, diperkenalkan tahun 1965, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan inhalasi. LD50 oral (tikus) sebesar 135 – 163 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 2.000 mg/kg berat badan.
e.       Kumafos
Ditemukan pada tahun 1952. Insektisida ini bersifat non-sistemik untuk mengendalikan serangga hama dari ordo Diptera. LD50 oral (tikus) 16 – 41 mg/kg; LD50 dermal (tikus) > 860 mg/kg.
f.       Diazinon
Pertama kali diumumkan pada tahun 1953. Diazinon merupakan insektisida dan akarisida non-sistemik yang bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan efek inhalasi. Diazinon juga diaplikasikan sebagai bahan perawatan benih (seed treatment). LD50 oral (tikus) sebesar 1.250 mg/kg.
g.      Diklorvos (DDVP)
Dipublikasikan pertama kali pada tahun 1955. Insektisida dan akarisida ini bersifat non-sistemik, bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan racun inhalasi. Diklorvos memiliki efek knockdown yang sangat cepat dan digunakan di bidang-bidang pertanian, kesehatan masyarakat, serta insektisida rumah tangga.LD50 (tikus) sekitar 50 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 90 mg/kg.


h.      Malation
Diperkenalkan pada tahun 1952. Malation merupakan pro-insektisida yang dalam proses metabolisme serangga akan diubah menjadi senyawa lain yang beracun bagi serangga. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini bertindak sebagai racun kontak dan racun lambung, serta memiliki efek sebagai racun inhalasi. Malation juga digunakan dalam bidang kesehatan masyarakat untuk mengendalikan vektor penyakit. LD50 oral (tikus) 1.375 – 2.800 mg/lg; LD50 dermal (kelinci) 4.100 mg/kg.
i.        Paration
Ditemukan pada tahun 1946 dan merupakan insektisida pertama yang digunakan di lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh G. Schrader. Paration merupakan insektisida dan akarisida, memiliki mode of action sebagai racun saraf yang menghambat kolinesterase, bersifat non-sistemik, serta bekerja sebagai racun kontak, racun lambung, dan racun inhalasi. Paration termasuk insektisida yang sangat beracun, LD50 (tikus) sekitar 2 mg/kg; LD50 dermal (tikus) 71 mg/kg.
j.        Profenofos
Ditemukan pada tahun 1975. Insektisida dan akarisida non-sistemik ini memiliki aktivitas translaminar dan ovisida. Profenofos digunakan untuk mengendalikan berbagai serangga hama (terutama Lepidoptera) dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 358 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) 472 mg/kg.
11) Triazofos
.
Ditemukan pada tahun 1973. Triazofos merupakan insektisida, akarisida, dan nematisida berspektrum luas yang bekerja sebagai racun kontak dan racun perut. Triazofos bersifat non-sistemik, tetapi bisa menembus jauh ke dalam jaringan tanaman (translaminar) dan digunakan untuk mengendalikan berbagai hama seperti ulat dan tungau. LD50 (tikus) sekitar 57 – 59 mg/kg; LD50 dermal (kelinci) > 2.000 mg/kg.




C.   Memahami diagnosis keracunan organofosfat
Penegakan diagnosa dari keracunan seringkali dengan mudah dapat ditegakkan karena keluarga atau pengantar penderita sudah mengatakan penyebab keracunan atau membawa tempat bahan beracun kepada dokter.Tapi kadang-kadang kita menemui kesulitan dalam menentukan penyebab keracunan terutama bila penderita tidak sadar dan tidak ada saksi yang mengetahui kejadiannya. Diagnosa dari keracunan terutama didasarkan pada anamnesa yang diambil dari orang tua, keluarga,pengasuh atau orang lain yang mengetahui kejadiannya.
Pada anamnesa ditanyakan kapan dan bagaimana terjadinya, tempat kejadian dan kalau mungkin mencari penyebab keracunan. Ditanya pula kemungkinan penggunaan obat-obatan tertentu atau resep yang mungkin baru didapat dari dokter. Diusahakan sedapat mungkin agar tempat bekas bahan beracun diminta untuk melihat isi bahan beracun dan kemudian diselidiki lebih lanjut. Pemeriksaan fisik sangat penting terutama pada penderita-penderita yang belum jelas penyebabnya. Selain pemeriksaan fisik rutin dicari pula tanda-tanda khusus pada keracunan-keracunan tertentu seperti :

1.      Bau :
a.       Aceton : Methanol, isopropyl alcohol, acetyl salicylic acid
b.      Coal gas : Carbon monoksida
c.       Buah per : Chloralhidrat
d.      Bawang putih : Arsen, fosfor, thalium, organofosfat
e.       Alkohol : Ethanol, methanol
f.       Minyak : Minyak tanah atau destilat minyak,

2.       Kulit :
a.       Kemerahan : Co, cyanida, asam borax, anticholinergik
b.      Berkeringat : Amfetamin, LSD, organofosfat, cocain, barbiturat
c.       Kering : Anticholinergik
d.      Bulla : Barbiturat, carbonmonoksida
e.       Ikterus : Acetaminofen, carbontetrachlorida, besi, fosfor, jamur
f.       Purpura : Aspirin, warfarin, gigitan ular
g.      Sianosis : Nitrit, nitrat, fenacetin, benzocain.

3.      Suhu Tubuh :
a.       Hipothermia : Sedatif hipnotik, ethanol, carbonmonoksida, clonidin, fenothiazin                                                                
b.      Hiperthermia : Anticholinergik, salisilat, amfetamin, cocain, fenothiazin, theofilin.

4.      Tekanan Darah :
a.          Hipertensi : Simpatomimetik, organofosfat, amfetamin .
b.      Hipotensi : Sedatif hipnotik, narkotika, fenothiazin, clonidin, beta-blocker
5.      Nadi :
a.       Bradikardia : Digitalis, sedatif hipnotik, beta-blocker, ethchlorvynol.
b.      Tachikardia : Anticholinergik, amfetamin, simpatomimetik, alkohol, cokain, aspirin, theofilin
c.       Arithmia : Anticholinergik, organofosfat, fenothiazin, carbonmonoksida, cyanida, beta-blocker.

6.      Selaput Lendir :
a.       Kering : Anticholinergik
b.      Salivasi : Organofosfat, carbamat
c.       Lesi mulut : Bahan korosif, paraquat
d.      Lakrimasi : Kaustik, organofosfat, gas irritant.




7.      Respirasi :
a.       Depressi : Alkohol, narkotika, barbiturat, sedatif hipnotik
b.      Tachipnea : Salisilat, amfetamin, carbonmonoksida
c.       Kussmaull : Methanol, ethyliene glycol, salisilat.

8.       Oedema Paru :
Salisilat, narkotika, simpatomimetik.
9.       Sus. Saraf pusat:
a.       Kejang : Amfetamin, fenothiazin, cocain, camfer, tembaga, isoniazid, organofosfat, salisilat, antihistamin, propoxyphene.
b.      Miosis : Narkotika ( kecuali demerol dan lomotil ), fenothiazin, diazepam, organofosfat (stadium lanjut), barbiturat,jamur.
c.       Midriasis : Anticholinergik, simpatomimetik, cocain, methanol, lSD, glutethimid.
d.      Buta,atropi optik : Methanol
e.       Fasikulasi : Organofosfat
f.       Nistagmus : Difenilhidantoin, barbiturat, carbamazepim, ethanol, carbonmonoksida, ethanol
g.      Hipertoni : Anticholinergik, fenothiazin, strichnyn
h.      Mioklonus,rigiditas : Anticholinergik, fenothiazin, haloperidol
i.        Delirium/psikosis : Anticholinergik, simpatomimetik, alkohol, fenothiazin, logam berat, marijuana, cocain, heroin, metaqualon
j.        Koma : Alkohol, anticholinergik, sedative hipnotik, carbonmonoksida, Narkotika, anti depressi trisiklik, salisilat, organofosfat
k.      Kelemahan paralise: Organofosfat, carbamat, logam berat.

10.  Saluran Pencernaan :
Muntah,diare, : Besi, fosfat, logam berat, jamur, lithium, flourida, organofosfat nyeri perut.
D.    Mekasnisme toksisitas
Organofosfat disintesis pertama di Jerman pada awal perang dunia ke II. Pada awal sintesisnya diproduksi senyawa tetraethyl pyrophosphate (TEPP), parathion dan schordan yang sangat efektif sebagai insektisida, tetapi juga cukup toksik terhadap mamalia. Penelitian berkembang terus dan ditemukan komponen yang protein terhadap insekta tetapi kurang toksik terhadap manusia seperti malathion, tetapi masih sangat toksik terhadap insekta.
Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik di antara jenis pestisida
lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada manusia. Bila tertelan, meskipun hanya dalam jumlah sedikit, dapat menyebabkan kematian pada manusia.
Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim tersebut secara normal menghidrolisis acetylcholine menjadi asetat dan kholin. Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah acetylcholine meningkat dan berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

E.   Mekanisme Kerja Pestisida Organofosfat Dalam Tubuh
Pestisida golongan organofosfat dan karbamat adalah persenyawaan yang tergolong antikholinesterase seperti physostigmin, prostigmin, diisopropylfluoropphosphat  dan karbamat.
Dampak pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan. Dalam tubuh manusia diproduksi asetikolin dan enzim kholinesterase. Enzim kholinesterase berfungsi memecah asetilkolin menjadi kolin dan asam asetat.
Asetilkolin dikeluarkan oleh ujung-ujung syaraf ke ujung syaraf berikutnya, kemudian diolah dalam Central nervous system (CNS), akhirnya terjadi gerakan-gerakan tertentu yang dikoordinasikan oleh otak. Apabila tubuh terpapar secara berulang pada jangka waktu yang lama, maka mekanisme kerja enzim kholinesterase terganggu, dengan akibat adanya ganguan pada sistem syaraf.
Di seluruh sistem persyarafan (the nervous system), terdapat pusat-pusat pengalihan elektro kemikel yang dinamakan synapses, getaran-getaran impuls syaraf elektrokemis (electrochemical nerve impulse), dibawa menyeberangi kesenjangan antara sebuah syaraf (neuron) dan sebuah otot atau sari neuron ke neuron. Karena getaran syaraf (sinyal) mencapai suatu sypapse, sinyal itu merangang pembebasan asetilkolin.
Asetikholinesterase adalah suatu enzim, terdapat pada banyak jaringan yang menghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan asam asetat. Sel darah merah dapat mensintesis asetilkholin dan bahwa kholin asetilase dan asetilkholinesterase keduanya terdapat dalam sel darah merah. Kholin asetilase juga ditemukan tidak hanya di dalam otak tetapi juga di dalam otot rangka, limpa dan jaringan plasenta. Adanya enzim ini dalam jaringan seperti plasenta atau eritrosit yang tidak mempunyai persyaratan menunjukkan fungsi yang lebih umum bagi asetilkholin dari pada funsi dalam syaraf saja. Pembentukan dan pemecahan asetilkholin dapat dihubungkan dengan permeabilitas sel. Perhatian lebih diarahkan pada sel darah merah, telah dicatat bahwa enzim kholin asetilase tidak aktif baik karena pengahambatan oleh obat-obatan maupun karena kekurangan subtrat, sel akan kehilangan permeabilitas selektifnya dan mengalami hemolisis.
Asetilkholin berperan sebagai jembatan penyeberangan bagi mengalirnya getaran syaraf. Melalui sistem syaraf inilah organ-organ di dalam tubuh menerima informasi untuk mempergiat atau mengurangi efektifitas sel. Pada sistem syaraf, stimulas yang diterima dijalarkan melalui serabut-serabut syaraf (akson) dalam betuk impuls. Setelah impuls syaraf oleh asetikholin dipindahkan (diseberangkan) melalui serabut, enzim kholinesterase memecahkan asetilkholin dengan cara meghidrolisis asetilkholin menjadi kholin dan sebuah ion asetat, impuls syaraf kemudian berhenti. Reaksi-reaksi kimia ini terjadi sangat cepat.
Ketika pestisida organofosfat memasuki tubuh manusia atau hewan, pestisida menempel pada enzim kholinesterase. Karena kholinesterase tidak dapat memecahkan asetilkholin, impuls syaraf mengalir terus (konstan) menyebabkan suatu twiching yang cepat dari otot-otot dan akhirnya mengarah kepada kelumpuhan. Pada saat otot-otot pada sistem pernafasan tidak berfungsi terjadilah kematian.
Hadirnya pestisida golongan organofosfat di dalam tubuh akan menghambat aktifitas enzim asetilkholinesterase, sehingga terjadi akumulasi substrat (asetilkholin) pada sel efektor. Keadaan tersebut diatas akan menyebabkan gangguan sistem syaraf yang berupa aktifitas kolinergik secara terus menerus akibat asetilkholin yang tidak dihidrolisis. Gangguan ini selanjutnya akan dikenal sebagai tanda-tanda atau gejala keracunan.
Asetilkholin mudah dihidrolisis menjadi kholin dan asam asetat oleh kerja enzim asetilkholinesterase, ditemukan tidak hanya pada ujung syaraf tetapi juga dalam serabut syaraf, kerja asetilkholin dalam tubuh diatur oleh efek penginaktifan asetilkholinesterase.
Pemecahan asetilkholin adalah suatu reaksi eksenergik karena diperlukan energi untuk sintesisnya kembali. Asetat aktif (Asetil KoA) bertindak sebagai donor untuk asetilasi kholin. Enzim kholinesterase yang diaktifkan oleh ionion kalium dan magnesium mengatalisis transfer asetil dari asetil KoA ke kholin. Antikholinesterase, pengambat asetilkholinesterase dengan akibat pemanjangan aktifitas parasimpatis dipengaruhi oleh fisostigmin (eserin), kerja ini adalah reversibel.
Neostigmin (prostigmin) adalah suatu alkaloid yang diduga berfungsi juga sebagai inhibitor kholinesterase dan dengan demikian memanjangkan kerja asetilkholin atau kerja parasimpatis. Ini telah dipakai dalam pengobatan myasthenia gravis, suatu kelemahan otot dengan atrofi yang kronik dan prodresif. Senyawa sintetik, diisopropilflurofosfat pada gambar berikut ini, juga menghambat aktifitas esterase tetapi dengan cara ireversibel.





F.    Gejala Keracunan Organofosfat
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan diare (SLUD) terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.
Racun pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh. Masuknya pestisida golongan orgaofosfat segera diikuti oleh gejala-gejala khas yang tidak terdapat pada gejala keracunan pestisida golongan lain. Gejala keracunan pestisida yang muncul setelah enam jam dari paparan pestisida yang terakhir, dipastikan bukan keracunan golongan organofasfat.
Organofosfat menyebabkan fosforilasi dari ester acetylcholine esterase (sebagai choline esterase inhibitor ) yang bersifat irreversibel sehingga enzim ini menjadi inaktif dengan akibat terjadi penumpukan acetylcholine. Efek klinik yang terjadi adalah terjadi stimulasi yang berlebihan oleh acetylcholine.
Gejala keracunan organofosfat akan berkembang selama pemaparan atau 12 jam kontak. Pestisida yang masuk ke dalam tubuh akan mengalami perubahan secara hidrolisa di dalam hati dan jaringan-jaringan lain. Hasil dari perubahan/pembentukan ini mempunyai toksisitas rendah dan akan keluar melalui urine.
Adapun gejala keracunan pestisida golongan organofosfat adalah :
1.      Gejala awal
Gejala awal akan timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit kepala dan gangguan penglihatan.
2.      Gejala Lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan, pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung), kejang usus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan, kelemahan yang disertai sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.
3.      Gejala Sentral
Gelaja sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya reflek, kejang dan koma.
4.      Kematian
Apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan
kelumpuhan otot pernafasan.
Gejala-gejala tersebut akan muncul kurang dari 6 jam, bila lebih dari itumaka dipastikan penyebabnya bukan golongan Organofosfat.
Pestisida organofosfat dapat menimbulkan keracunan yang bersifat akut dengan gejala (keluhan) sebagai berikut : leher seperti tercekik, pusing-pusing, badan terasa sangat lemah, sempoyongan, pupil atau celah iris mata menyempit, pandangan kabur, tremor, terkadang kejang pada otot, gelisah dan menurunnya kesadaran, mual, muntah, kejang pada perut, mencret, mengeluakan keringat yang berlebihan, sesak dan rasa penuh di dada, pilek, batuk yang disertai dahak, mengeluarkan air liur berlebihan. Sebab baru biasanya terjadi 12 jam setelah keracunan, denyut jantung menjadi lambat dan ketidakmampuan mengendalikan buang air kecil maupun besar.

G.  Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Keracunan
Hasil pemeriksaan aktifitas kholinesterase darah dapat digunakan sebagai penegas (konfirmasi) terjadinya keracuan pestisida pada seseorang. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan pula bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan juga merupakan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya aktifitas kholenisterase darah. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida adalah faktor dalam tubuh (internal) dan faktor dari luar tubuh (eksternal), faktor-faktor tersebut adalah :


1. Faktor di dalam tubuh (internal) antara lain :
a.       Usia, usia merupakan fenomena alam, semakin lama seseorang hidup maka usiapun akan bertambah. Seseorang dengan bertambah usia maka kadar rata-rata cholinesterase dalam darah akan semakin rendah sehingga akan mempermudah terjadinya keracunan pestisida.
b.      Status gizi, buruknya keadaan gizi seseorang akan berakibat menurunnya daya tahan dan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi. Kondisi gizi yang buruk, protein yang ada tubuh sangat terbatas dan enzim kholinesterase terbentuk dari protein, sehingga pembentukan enzim kholinesterase akan terganggu. Dikatakan bahwa orang yang memiliki tingkat gizi baik cenderung miliki kadar rata-rata kholinesterase lebih besar.
c.       Jenis Kelamin, kadar kholin bebas dalam plasma darah laki-laki normal rata-rata 4,4 μg/ml. Analisis dilakukan selama beberapa bulan menunjukkan bahwa tiap-tiap individu mempertahankan kadarnya dalam plasma hingga relatif konstan dan kadar ini tidak meningkat setelah makan atau pemberian oral sejumlah besar kholin. Ini menunjukkan adanya mekanisme dalam tubuh untuk mempertahankan kholin dalam plasma pada kadar yang konstan. Jenis kelamin sangat mempengaruhi akatifitas enzim kholinestrase, jenis kelamin laki-laki lebih rendah dibandingkan jenis kelamin perempuan karena pada perempuan lebih banyak kandungan enzim kolinesterase, meskipun demikian tidak dianjurkan wanita menyemprot dengan menggunakan pestisida, karena pada saat kehamilan kadar rata-rata kholinesterase cenderung turun.
d.      Tingkat Pendidikan, pendidikan formal yang diperoleh seseorang akan memberikan tambahan pengetahuan bagi individu tersebut, dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan tentang pestisida dan bahayanya juga lebih baik jika di bandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah, sehingga dalam pengelolaan pestisida, tingkat pendidikan tinggi akan lebih baik.
e.       Pengetahuan, sikap dan praktek (tindakan), seseorang telah setuju terhadap objek, maka akan terbentuk pula sikap positif terhadap obyek yang sama. Apabila sikap positif terhadap suatu program atau obyek telah terbentuk, maka diharapkan akan terbentuk niat untuk melakukan program tersebut. Bila niat itu betul-betul dilakukan, hal ini sangat bergantung dari beberapa aspek seperti tersediannya sarana dan prasarana serta kemudahan-kemudahan lainnya, serta pandangan orang lain disekitarnya. Niat untuk melakukan tindakan, misalnya menggunakan alat pelindung diri secara baik dan benar pada saat melakukan penyemproan pestisida, seharusnya sudah tersedia dan praktis sehingga petani mau menggunakannya. Hal ini merupakan dorongan untuk melakukan tindakan secara tepat sesuai aturan kesehatan sehingga risiko terjadinya keacunan pestisida dapat dicegah atau dikurangi.
2. Faktor di luar tubuh (eksternal)
a.       Dosis, semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar semakin mempermudah terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida. Dosis pestisida berpengaruh langsung terhadap bahaya keracunan pestisida, hal ini di tentukan dengan lama pemajanan. Untuk dosis penyempotan di lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan 0,5 – 1,5 kg/ha3,13).
b.      Lama kerja sebagai petani, semakin lama bekerja menjadi petani akan semakin sering kontak dengan pestisida sehingga risiko keracunan pestisida semakin tinggi. Penurunan aktifitas kholinesterase dalam plasma darah karena keracunan pestisida akan berlangsung mulai seseorang terpapar hingga 2 minggu setelah melakukan penyemprotan.
c.       Tindakan penyemprotan pada arah angin, arah angin harus diperhatikan oleh penyemprot saat melakukan penyemprotan. Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah angin dengan kecepatan tidak boleh melebihi 750 m per menit. Petani pada saat menyemprot yang melawan arah angin akan mempunyai risiko lebih besar bila dibanding dengan petani yang saat menyemprot tanaman searah dengan arah angin.
d.      Waktu penyemprotan, perlu diperhatikan dalam melakukan penyemprotan pestisida, hal ini berkaitan dengan suhu lingkungan yang dapat menyebabkan keluarnya keringat lebih banyak terutama pada siang hari. Sehingga waktu penyemprotan semakin siang akan mudah terjadi keracunan pestisida terutama penyerapan melalui kulit.
e.       Frekuensi Penyemprotan, semakin sering melakukan penyemprotan, maka semakan tinggi pula risiko keracunannya. Penyemprotan sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Waktu yang dibutuhkan untuk dapat kontak dapat kontak dengan pestisida maksimal 5 jam perhari.
f.       Jumlah jenis pestisida yang digunakan, jumlah jenis pestisida yang digunakan dalam waktu penyemprotan akan menimbulkan efek keracunan lebih besar bila dibanding dengan pengunaan satu jenis pestisida karena daya racun atau konsentrasi pestisida akan semakin kuat sehingga memberikan efek samping yang semakin besar.
g.      Penggunaan Alat Pelindung Diri, penggunaan alat pelindung diri dalam melakukan pekerjaan bertujuan untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu, baik yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan kerja. Alat pelindung diri berguna dalam mecegah atau mengurangi sakit atau cidera. Pestisida umumnya adalah racun bersifat kontak, oleh sebab itu penggunaan alat pelindng diri padapetani waktu menyemprot sangat penting untuk menghindari kontak langsung dengan pestisida.

            Jenis-jenis alat pelindung diri adalah :
1)      Alat pelindung kepala dengan topi atau helm kepala.
2)      Alat pelindung mata, kacamata diperlukan untuk melindungi mata dari percikan, partikel melayang, gas-gas, uap, debu yang berasal dari pemaparan pestisida.
3)      Alat pelindung pernafasan adalah alat yang digunakan untuk melindungi pernafasan dari kontaminasi yang berbentuk gas, uap, maupun partikel zat padat.
4)      Pakaian pelindung, dikenakan untuk melindungi tubuh dari percikan bahan kimia yang membahayakan.
5)      Alat pelidung tangan, alat ini biasanya berbentuk sarung tangan, untuk keperluan penyemprotan sarung tangan yang digunakan terbuat dari bahan yan kedap air serta tidak bereaksi dengan bahan kimia yang terkandung dalam pestisida.
6)      Alat pelindung kaki, biasanya berbentuk sepatu dengan bagian atas yang panjang sampai dibawah lutut, terbuat dari bahan yang kedap air, tahan terhadap asam, basa atau bahan korosif lainnya.
            Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemakain alat pelindung diri, yaitu :
a)      Perlengkapan pelindung diri tersebut harus terbuat dari bahanbahan yang memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.
b)      Setiap perlengkapan pelindung diri yang akan digunakan harus dalam keadaan bersih dan tidak rusak.
c)      Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan petunjuk pengamanan yang tertera pada label/brosur pestisida tersebut.
d)     Setiap kali selesai digunakan perlengkapan pelindung diri harus dicuci dan disimpan di empat khusus dan bersih.














H.  Cara Pencegahan Keracunan Pestisida
            Pengetahuan tentang pestisida yang disertai dengan praktek penyemprotan akan dapat menghindari petani/penyemprot dari keracunan.
            Ada beberapa cara untuk meghindari keracunan antara lain.
1.      Pembelian pestisida
Dalam pembelian pestisida hendaknya selalu dalam kemasan yang asli, masih utuh dan ada label petunjuknya
2.      Perlakuan sisa kemasan
Bekas kemasan sebaiknya dikubur atau dibakar yang jauh dari sumber mata air untuk mengindai pencemaran ke badan air dan juga jangan sekali-kali bekas kemasan pestisida untuk tempat makanan dan minuman.
3.      Penyimpanan
Setelah menggunakan pestisida apabila berlebih hendaknya di simpan yang aman seperti jauh dari jangkauan anak-anak, tidak bercampur dengan bahan makanan dan sediakan tempat khusus yang terkunci dan terhindar dari sinar matahari langsung.
4.      Penatalaksanaan Penyemprotan
Pada pelaksanaan penyemprotan ini banyak menyebabkan keracunan oleh sebab itu petani di wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap melakukan penyemprotan, tidak melawan arah angin atau tidak melakukan penyemprotan sewaktu angin kencang, hindari kebiasaan makan-minum serta merokok di waktu sedang menyemprot, setiap selesai menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun dan berganti pakaian serta pemakain alat semprot yang baik akan menghindari terjadinya keracunan.








BAB III
PENUTUP

A.   Kesimpulan
Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.
Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang timbul sangat bergantung pada adanya stimulasi asetilkholin persisten atau depresi yang diikuti oleh stimulasi saraf pusat maupun perifer. Gejala awal seperti salivasi, lakrimasi, urinasi dan diare (SLUD) terjadi pada keracunan organofosfat secara akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.
Hasil pemeriksaan aktifitas kholinesterase darah dapat digunakan sebagai penegas (konfirmasi) terjadinya keracuan pestisida pada seseorang. Sehingga dengan demikian dapat dinyatakan pula bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya keracunan juga merupakan faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya aktifitas kholenisterase darah. Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida adalah faktor dalam tubuh (internal) dan faktor dari luar tubuh (eksternal). Pengetahuan tentang pestisida yang disertai dengan praktek penyemprotan akan dapat menghindari petani/penyemprot dari keracunan.

B.   Saran
Pada pelaksanaan penyemprotan ini banyak menyebabkan keracunan oleh sebab itu petani di wajibkan memakai alat pelindung diri yang lengkap setiap melakukan penyemprotan, tidak melawan arah angin atau tidak melakukan penyemprotan sewaktu angin kencang, hindari kebiasaan makan-minum serta merokok di waktu sedang menyemprot, setiap selesai menyemprot dianjurkan untuk mandi pakai sabun dan berganti pakaian serta pemakain alat semprot yang baik akan menghindari terjadinya keracunan.
SOAL – SOAL

A.    Soal Essay
Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan baik dan benar !
1.      Jelaskan Pengertian pestisida ?
2.      Sebutkan faktor resiko keracunan pestisida organofosfat ?
3.      Sebutkan dan jelaskan pestisida berdasarkan struktur kimianya ?
4.      Tuliskan dan jelaskan Gejala keracunan organofosfat ?
5.      Faktor-faktor terjadinya keracunan ?
6.      Sebutkan persentase tingkat keracunan organofosfat berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah pada kategori keracunan normal, ringan, sedang, dan bera ?
7.      Jelaskan pengertian pestisida menurut PP RI tahun 1995 ?
8.      Sebutkan dan jelaskan jenis pestisida menurut jasad sasarannya ?
9.      Sebutkan beberapa pestisida yang termasuk golongan organofosfat ?
10.  Syarat yang harus dipenuhi dalam pemakaian alat pelindung diri ? sebutkan dan jelaskan !

Jawaban :

1.      Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001). USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu.
2.      Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian keracunan pestisida organofosfat antara lain umur, jenis kelamin, pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, pendidikan, pemakaian Alat Pelindung Diri, status gizi dan praktek penanganan pestisida.
3.      Jika dilihat dari segi struktur kimianya, pestisida dibagi atas:
a.    Orgahochlorine
Pestisida jenis ini mengandung unsur-unsur Carbon, Hidrogen, dan Chlorine. Misal : DDT
b.    Orgahoposphate
                        Pestisida yang mengandung unsur : P, C, H misal : tetra ethyl          phyro posphate (TEPP )
c.    Carbamate
Pestisida yang mengandung gugus Carbamate. Misal : Baygon,       Sevin dan  Isolan.

4.      Gejala keracunan pestisida golongan organofosfat adalah :
     1. Gejala awal
Gejala awal akan timbul : mual/rasa penuh di perut, muntah, rasa lemas, sakit kepala dan gangguan penglihatan.
     2. Gejala Lanjutan
Gejala lanjutan yang ditimbulkan adalah keluar ludah yang berlebihan, pengeluaran lendir dari hidung (terutama pada keracunan melalui hidung), kejangusus dan diare, keringat berlebihan, air mata yang berlebihan, kelemahan yang disertai     sesak nafas, akhirnya kelumpuhan otot rangka.
     3. Gejala Sentral
Gelaja sentral yan ditimbulkan adalah, sukar bicara, kebingungan, hilangnya reflek, kejang dan koma.
     4. Kematian
Apabila tidak segera di beri pertolongan berakibat kematian dikarenakan
kelumpuhan otot pernafasan.

5.      Faktor yang berpengaruh terhadap kejadian keracunan pestisida adalah faktor dalam tubuh (internal) dan faktor dari luar tubuh (eksternal). Faktor internal seperti usia, status gizi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengetahuan. Sedangkan faktor eksternal seperti dosis, lama kerja sebagai petani, tindakan penyemprotan pada angin, waktu penyemprotan, frekuensi penyemprotan, jumlah jenis pestisida yang digunakan, dan penggunaan alat pelindung diri.

6.      Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah, penentuan tingkat keracunan adalah sebagai berikut ; 75% - 100% katagori normal; 50% - < 75% katagori keracunan ringan; 25% - <50% katagori keracunan sedang; 0% - <25% katagori keracunan berat.

7.      Menurut PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.

8.      Jenis Pestisida Menurut Jasad Sasaran
Menurut Kementrian Pertanian (2011), ditinjau dari jenis jasad yang menjadi sasaran penggunaan pestisida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis antara lain:
a.Akarisida                        h.Algasida
b.Alvisida                          i.Bakterisida
c.Fungsida                         j.Herbisida
d.Insektisida                     k.Nematisida
e.Ovisida                           l.Pedukulisida
f.Piscisida                          m.Predisida
g.Rodentisida                    n.Termisida
9.      Pestisida yang termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain : Azinophosmethyl, Chloryfos, Demeton Methyl, Dichlorovos, Dimethoat, Disulfoton, Ethion, Palathion, Malathion, Parathion, Diazinon, Chlorpyrifos.

10.   Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam pemakain alat pelindung diri, yaitu :
a)      Perlengkapan pelindung diri tersebut harus terbuat dari bahanbahan yang memenuhi kriteria teknis perlindungan pestisida.
b)      Setiap perlengkapan pelindung diri yang akan digunakan harus dalam keadaan bersih dan tidak rusak.
c)      Jenis perlengkapan yang digunakan minimal sesuai dengan petunjuk pengamanan yang tertera pada label/brosur pestisida tersebut.
d)     Setiap kali selesai digunakan perlengkapan pelindung diri harus dicuci dan disimpan di empat khusus dan bersih.

B.      Soal Benar Salah
Berilah tanda benar (B) atau salah (S) pada pernyataan yang ada dibawah ini !
1.      .... Dampak pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan.
2.      .... Pyretroid merupakan Salah satu insektisida tertua di dunia, yang merupakan campuran dengan senyawa dinitrofenol yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum.
3.      .... USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama hanya dalam bentuk tanaman-tanaman.
4.      .... Beberapa efek kronis akibat dari keracunan pestisida adalah berat badan menurun, anorexia, anemia, tremor, sakit kepala, pusing, gelisah, gangguan psikologis, sakit dada dan lekas marah.
5.      .... Racun pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh.

Jawaban :

1.      B : Dampak pestisida terhadap kesehatan bervariasi, antara lain tergantung dari golongan, intensitas pemaparan, jalan masuk dan bentuk sediaan.
2.      S : Pyretroid merupakan Salah satu insektisida tertua di dunia, yang merupakan campuran dengan senyawa dinitrofenol yang disebut pyretrin yang diekstraksi dari bunga dari genus Chrysanthemum.
3.      S : USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama hanya dalam bentuk tanaman-tanaman.
4.      BBeberapa efek kronis akibat dari keracunan pestisida adalah berat badan menurun, anorexia, anemia, tremor, sakit kepala, pusing, gelisah, gangguan psikologis, sakit dada dan lekas marah.
5.      B : Racun pestisida golongan organofosfat masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, tertelan melalui mulut maupun diserap oleh tubuh.
C.    Soal Pilihan Ganda
Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang benar dibawah ini !
1.      Pestisida (sida, cide = racun) sampai kini masih merupakan salah satu cara utama yang digunakan dalam pengendalian hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu :
a.    Serangga, cacing, tumbuhan pengganggu, bakteri dan virus
b.    Serangga, tumbuhan pengganggu, bakteri, kelelawar dan virus
c.    Serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, bakteri dan virus
d.   Serangga, tungau, tanaman hias, bakteri dan mikroorganisme
2.      Beberapa efek kronis akibat dari keracunan pestisida, kecuali ...
a.       Anemia                                    c. Sakit dada
b.      Sakit kepala                             d. Berat badan meningkat
3.      Pengukuran tingkat keracunan berdasarkan aktifitas enzim kholinesterase dalam darah, penentuan tingkat keracunan kategori normal adalah ...
a.       50 % - 80 %                            c. 75 % - 100 %
b.      60 % - 100 %                          d. 0% - < 25 %
4.      Menurut Depkes (2004), pestisida kesehatan masyarakat adalah ...
a.       pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk sarana nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan.
b.      subtansi yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama.
c.       semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
d.     zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman.
5.      Dilihat dari cara kerja pestisida tersebut dalam membunuh hama dapat dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu ...
a.       Racun perut, kontak, dan gas
b.      Organoklorin, organofosfat, dan karbamat
c.       Fungsida, herbisida, dan insektisida
d.      Racun gas, racun kontak, dan organofosfat
6.      Pestisida yang bukan termasuk ke dalam golongan organofosfat antara lain :
a.       Azinophosmethyl                                 c.  Demeton Methyl
b.      Parathion                                            d.  Tetraethyl
7.      Organofosfat dapat terurai di lingkungan dalam waktu ...
a.       ± 2 hari                                                c.  ± 1 jam
b.      ± 2 minggu                                          d. ± 1 bulan
8.      Insektisida pertama yang digunakan di lapangan pertanian dan disintesis berdasarkan lead-structure yang disarankan oleh G. Schrader, yaitu ...
a.       Profenofos                                          c.  Paration
b.      Triazofos                                             d.  Diklorvos (DDVP)


9.      Tahun berapa pestisida paration ditemukan ...
a.       1937                                                    c.  1946
b.      1975                                                    d.  1964
10.  Yang bukan merupakan gejala awal keracunan pestisida golongan organofosfat adalah ...
a.       Muntah                                                c.  Sukar bicara
b.      Rasa lemas                                          d.  gangguan penglihatan
11.  Pestisida organofosfat dapat menimbulkan keracunan yang bersifat akut dengan gejala (keluhan), kecuali ...
a.       Pingsan                                                            c.  Batuk berdahak
b.      pupil atau celah iris mata menyempit              d.  Pilek
12.  faktor dalam tubuh yang mempengaruhi terjadinya keracunan seperti ...
a.       usia, status gizi, lama kerja, tingkat pendidikan, dan pengetahuan
b.      usia, status gizi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan pengetahuan
c.       usia, lama kerja, dosis, tingkat pendidikan, dan pengetahuan
d.      usia, status gizi, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan penggunaan alat pelindung diri
13.  Untuk dosis penyempotan di lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan yaitu ...
a.       0,5 – 1,5 kg/ha3,13).
b.      0,5 – 2,5 kg/ha3,13).
c.       0,5 – 1,0 kg/ha3,13).
d.      0,5 – 2,0 kg/ha3,13).
14.  Yang bukan merupakan Jenis-jenis alat pelindung diri dari pestisida adalah ...
a.       Alat pelindung kepala dengan topi atau helm kepala
b.      Alat pelindung kaki, biasanya berbentuk sepatu dengan bagian atas yang panjang sampai dibawah lutut, terbuat dari bahan yang kedap air, tahan terhadap asam, basa atau bahan korosif lainnya
c.       Pakaian pelindung
d.      Alat pelindung telinga
15.  cara untuk meghindari keracunan, kecuali ....
a.       Pembelian pestisida
b.      Perlakuan sisa kemasan
c.       Penyimpanan
d.      Penyemprotan berlawanan arah angin

Jawaban :

1.       C                             6.  B                        11.  B 
2.       D                             7.  C                        12.  A
3.       C                             8.  C                        13.  D
4.       A                             9.  C                        14.  D
5.       A                             10. A                      15.  D


DAFTAR PUSTAKA

Diana, Wulan. 2009. Dampak Negatif Penggunaan Pestisida di Lingkungan http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1106/1/fp-diana.pdf. (Diakses tanggal 19 Oktober 2011)

Budi, Teguh. 2009. ANALISIS FAKTOR RISIKO KERACUNAN PESTISIDA
ORGANOFOSFAT
http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida.doc.2008 (diakses 25 Oktober 2011)

Pohan, Nurhasmawati. 2004. Pestisida dan Pencemarannya. Universitas Sumatra Utara. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 1367/1/tkimia-nurhasmawaty7.pdf. (Diakses 1 Novembar 2011)

Butarbutar, J. 2009. Pestisida dan Pengendaliannya. Koperasi Serba Usaha "SUBUR" Provinsi Sumatera Utara. Medan. www.koperasisubur.com. (Diakses 7 November 2011)

Munawir. 2011. Gejala Keracunan Pestisida Organofosfat

Sartono. 2010. Transport Organofosfat

Maria, Yuantari. 2011. Organofosfat