Thursday 27 September 2012

Pengendalian Biologi Vektor


Mata Kuliah    : Pengendalian Vektor dan Binatang Pengganggu (PVBP)
Semester          : III A
Tingkat            : II A
Dosen              : Sulasmi, SKM., M.Kes
Description: C:\Program Files\Microsoft Office\MEDIA\OFFICE12\Lines\BD21448_.gif

PENGENDALIAN BIOLOGIS VEKTOR

OlehKelompok5 :

MUHAMMAD RUSDI
SULFAHMI
SARAHSTIKA
MIRSYA ANGGREANI S


KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK  KESEHATAN  MAKASSAR
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
2012
PENGENDALIAN BIOLOGIS

PengendalianBiologikadalahMemperbanyakpemangsadanparasitsebagaimusuhalamibagiserangga, yang menjadivektoratauhospesperantara

1.        Pengendalian secara biologis dilakukan dengan dua cara, yakni :
a.    Memelihara musuh alaminya
Musuh alami insekta dapat berupa pemangsanya ataupun mikroba penyebab penyakitnya. Untuk ini perlu diteliti lebih lanjut pemangsa dan penyebab penyakit mana yang paling efektif dan efisien mengurangi populasi insekta. Untuk ni perlu juga dicari bagaimana caranya untuk melakukan pengendalian pertumbuhan pemangsa dan penyebab penyakit ini apabila populasi vektor sudah terkendali jumlahnya.
b.    Mengurangi fertilitas insekta
Untuk cara kedua ini pernah dilakukan dengan meradiasi insekta jantan sehingga steril dan menyebarkannya di antara insekta betina. Dengan demikian telur yang dibuahi tidak dapat menetas. Cara kedua ini masih dianggap terlalu mahal dan efisiensinya masih perlu dikaji.

2.        Beberapa parasit dari golongan nematoda, bakteri, protozoa, jamur dan virus dapat dipakai sebagai pengendali larva nyamuk.
a.       Artropoda juga dapat dipakai sebagai pengendali nyamuk dewasa. Misalnya : Arrenurus madarazzi.
b.      Predator atau pemangsa yang baik untuk pengendalian larva nyamuk antara lain beberapa jenis ikan, larva nyamuk yang berukuran besar, dan larva capung dan Crustaceae.
c.       Parasit dari golongan nematoda :Romanomermis iyengari dan R. culiciforax, menembus badan larva nyamuk, hidup sebagai parasit sampai larva mati, kemudian mencari hospes baru.
Description: C:\My Documents\Manajemen Vektor\R. iyengari.jpg
d.      Bakteri :
Ø  Bacillus thuringiensis (sero type H-14) untuk pengendalian larva Anopheles.
Ø  Bacillus sphaericus untuk pengendalian larva Culex quinquifasciatus.
Ø  Bakteri lain yang dapat diharapkan : Bacillus pumilus dan Clostridium bifermentans.
e.       Protozoa : Pleistophora culicis dan Nosema algerae untuk pengendalian larva nyamuk.
f.       Virus sitoplasmik untuk pengendalian larva kupu.
g.      Jamur Langenidium giganticum dan Coelomyces stemomilae baik untuk pengendalian larva nyamuk. Jamur lainnya yang potensial : Tolypocladium silindrosporum dan Culicinomyces clavisporus. Jamur-jamur tsb. untuk pengendalian larva Anopheles, Aedes, Culex, Simulium dan Culicoides.

3.        Ikan untuk pengendalian larva nyamuk :
Ø  Panchax panchax (ikan kepala timah),
Ø  Lebistus reticularis (guppy),
Ø  Gambusia affinis (ikan gabus),
Ø  Poecilia reticulata,
Ø  Trichogaster trichopterus,
Ø  Cyprinus carpio,
Ø  Tilapia nilotica,
Ø  Puntious binotatus,
Ø  Rasbora lateristriata

4.        PembahasanPengendalianBiologis

a.       Predator
PengendalianBiologidilakukandengancaramenyebarkan predator danpatogennyamuk di daerahendemis. Predator pemakan larva yang dapatdigunakanuntukmengendalikannyamukadalahikanPoeciliareticulata, Gambussiaaffinis, ikan mas, ikanleledan larva nyamukToxorrhynchites, kedalamtempatperindukandari larva nyamuksehingga larva nyamuk yang ada di makan predator pemakan larva, sehinggapopulasi larva di daerahperindukan larva menurun.
            Labellula, atau masyarakat awam mengenal organisme tersebut sebagai Capung (dragonfly) termasuk golongan serangga Anisoptera. Nimfa serangga tersebut yang hidup di dalam air telah lama diketahui sebagai predator larva nyamuk baik di laboratorium maupun di alam(Hadisuwono, 1997).

b.      Patogen
Pengendalian vector menggunakan pathogen contohnya adalah pemanfaatan bakteri Bacillusthuringiensis. Bacillus thuringiensistoksik terhadap larva nyamuk dan hasilnya sangat efektif serta tidak menimbulkan kerugian pada manusia maupun hewan. Bacillus thuringiensis memproduksi toksin yang menghancurkan sel-sel epitel inang sehingga inang mati (Wakhyulianto, 2005).
Bakteri kitinolitik berpotensi pula sebagai pengendali biologi beberapa jenis fungi patogen. Potensi lain dari bakteri kitinolitik yang sampai saat ini belum pernah dilaporkan adalah kemungkinannya digunakan sebagai agen pengendali hayati terhadap nyamuk khususnya As.Aegypti yang merupakan vector penyebab penyakit demam berdarah. Hal ini didasarkan bahwa komponen eksoskeleton nyamuk tersebut tersusundari bahankitin sehingga secara logika dapat didegradasi oleh enzim kitinase yang dihasilkan oleh bakteri kitinolitik. Kerusakan struktur eksoskeleton larva nyamuk dapat berakibat pada gangguan pertumbuhan dan kematian (Sri Pujiyanto, 2008).
Bakteri kitinolitik dapat menyebabkan kematian larva nyamuk. Isolatbakterikitinolitik (LMB1-5 ) ini sangat berpotensi dikaji dan dikembangkan sebagai galuruntuk pengendalian larva nyamuk Ae.aegypti. Bakteri kitinolitik merusak struktur eksosekeleton pada larva, yang mengakibatkan terganggunya proses metabolism dari larva, yang sangat memungkinkan menyebabkan terjadinya kematian dari larva nyamuk. Selain berpengaruh terhadap kelangsungan hidup larva, bakteri kitinolitik juga berpengaruh terhadap perubahan morfologi larva yaitu terbentuknya pupa danimago. Pada perlakuan larva dengan bakteri kitinolitik, tidak ada satu ekorpun larva yang dapat berubah menjadi pupa danimago. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa eksoskeletondari larva telah mengalami kerusakan sehinggga tidak memungkinkan larva mengalami metamorfosis (Sri Pujiyanto, 2008).

c.       Parasit
Romanomermis iyengari. Merupakan organisme yang termasukjenis cacing Nematoda dan bersifat parasit pada larva nyamuk. Cacing tersebut tumbuh dan berkembang jadi dewasa di dalam tubuh larva yang menjadiinangnya. Setelah dewasa cacing tersebut keluar dari tubuh inangnya (larva) dengan jalan menyobek dinding tubuh inang sehingga menyebabkan kematian inang tersebut (Hadisuwono, 1997).

No comments:

Post a Comment